Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan isra dengan jasad beliau, menurut pendapat yang benar dari dua pendapat yang ada di kalangan para Sahabat dan para ulama, yakni melakukan perjalanan dari masjid Al Haram ke Baitul Maqdis, mengendarai al Buraaq, ditemani oleh
malaikat Jibril ‘Alaihissalaam, lalu turun di sana. Beliau sempat mengimami shalat para nabi di Baitul Maqdis.
Lalu pada
malam itu juga dari tempat tersebut, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
melakukan mi’raaj ke langit dunia,
baru ke langit berikutnya, kemudian ke langit ketiga, keempat, hingga ke langit
ke tujuh. Beliau sempat melihat para nabi di langit-langit tersebut sesuai
dengan derajat mereka. Lalu beliau diangkat ke Sidratul Muntaha dan sempat pula melihat Jibril dalam bentuk asli
yang diciptakan oleh Allah. Pada malam itu juga, Allah menetapkan kewajiban
shalat 5 waktu (Bukhari: 3887, Muslim: 164)
Ada
perbedaan pendapat apakah beliau sempat melihat Rabb-nya atau tidak?
Diriwayatkan dengan shahih dari Ibnu Abbas bahwa ia menceritakan: “Beliau sempat melihat Rabb-nya”. (AtTirmidzi: 3279 & AnNasaa-i: 11537). Disebutkan juga dalam riwayat Ibnu Abbas lainnya: “Beliau melihat-Nya dengan hati beliau.” (Muslim: 176)
Sementara
dalam Shahih Bukhari & Muslim,
dari ‘Aisyah RA diriwayatkan bahwa ‘Aisyah menyangkal pendapat tersebut (Bukhari:
3244, Muslim: 177)
‘Aisyah dan
Ibnu Mas’ud pernah menyatakan: “Yang
pernah beliau lihat adalah Jibril.”
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari hadits Qatadah, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Abu Dzar bahwa ia menceritakan: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Apakah engkau pernah melihat Rabb-mu?” Beliau menjawab: “Cahaya. Aku melihatNya!?.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Aku hanya melihat cahaya.” (Muslim: 178). Hadits ini sudah cukup dijadikan dalil dalam masalah ini.
Setelah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba kembali di tengah kaumnya, beliau
menceritakan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan terbesar yang diperlihatkan
oleh Allah kepada beliau. Merekapun bertambah tidak mempercayai beliau, malah bertambah
mengganggu serta semakin bertambah nekat.
Rasulullah
mulai menawarkan dakwahnya kepada berbagai suku pada musim haji. Beliau
berkata: “Adakah orang yang mau membawaku
kepada kaumnya untuk melindungi diriku sehingga aku bisa menyampaikan risalah
dari Rabb-ku? Sesungguhnya Quraisy telah menolak kehadiranku untuk menyampaikan
risalah Rabb-ku.” (Abu Dawud: 4734, AtTirmidzi: 2925, dan Ibnu Majah: 201).
Kemudian muncullah pamannya, Abu Lahab-semoga Allah melaknatnya-berkata kepada orang banyak dari belakang beliau: “Jangan dengarkan omongannya, orang ini pembohong.”
Kemudian muncullah pamannya, Abu Lahab-semoga Allah melaknatnya-berkata kepada orang banyak dari belakang beliau: “Jangan dengarkan omongannya, orang ini pembohong.”
Dusun-dusun di tanah Arab kala itu memang membentengi diri dari ucapan beliau, karena mendengar kaum Quraisy menyatakan bahwa beliau adalah pembohong, ahli sihir, dukun, penyair, serta berbagai tuduhan dusta lainnya yang mereka lontarkan kepada beliau dari diri mereka sendiri. Para penduduk dusun yang tidak memakai filter, tentu saja mendengarkan pernyataan kaum Quraisy tersebut.
Adapun orang-orang yang cerdik, bila mereka mendengar ucapan beliau dan memahaminya dengan baik, pasti akan mengatakan bahwa ucapan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam itu adalah kebenaran. Justru kaum Quraisy yang memfitnah beliau. Akhirnya mereka masuk Islam.
bersambung in sya Allah .....
>> Selanjutnya : (8/48) Pertemuan Dengan Kaum Anshar
<< Sebelumnya : (6/48) Nabi Keluar ke Thaif
Oleh: Ibnu Katsir
Sumber: Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar