Mantan-mantan Budak Rasulullah (Al Mawali)
Disini akan
disebutkan mantan-mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam secara
berurut sesuai dengan susunan abjad Arab. Semoga Allah meridhai mereka semua.
Yakni sebagaimana disebutkan oleh Al Hafizhul Kabir Abul Qasim bin Asakir dalam
bagian awal-awal Tarikh-nya. Mereka adalah sebagai berikut:
Ahmar,
kunyahnya adalah Abu Usaib, lalu Aswad, Anasah, Aiman bin Ummu Aiman, Baadzaam,
Tsauban bin Bujdud, Hunain, Dzakwaan, ada riwayat menyebutkan: Thahmaan, ada
juga yang menyebutkan Kaisaan, Marwaan atau Mahraan. Lalu Rafi’, Rabaah,
Ruwaifi’, Zaid bin Bawlaa, Zaid bin Haritsah, Zaid kakek dari Hilaal bin Yasaar
bin Zaid, Saabiq, Saalim, Sa’id, Safinah, Salman Al Farisi, Salim yang
berkunyah Abu Kabsyah, ada riwayat bahwa ia termasuk yang mengikuti perang
Badar, lalu Shalih (Syaqraan), Dhumairah bin Abi Dhumairah, Ubaidillah bin Aslam,
Ubaid dan Ubaid lain yang berkunyah Abu Shafiyyah, lalu Fudhalah Al Yamani,
Qashier, Kirkirah, diriwayatkan juga Karkarah, Lalu Mabur Al Qibthi, Mid’am,
Maimun, Nafi’, Nubaih, Hurmuz, Hisyam, Waqid, Wardaan, Yasaar (Naubi), Abu
Utsailah, Abu Bakrah, Abul Hamraa, Abu Rafi’ namanya Aslam dalam riwayat lain
Abu Ubaid.
Semua nama
tersebut dicatat oleh Abu Zakariya AnNawawi rahimahullah pada awal bukunya
Tahdzibul Asmaa wal Lughaat, hanya saja penulis menyusunnya berdasarkan abjad
agar mudah dipelajari.
Adapun
mantan-mantan budak wanita beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sebagai
berikut:
Umaimah,
Barakah, Ummu Aiman yakni ibunya Usamah bin Zaid, Khadrah, Radhwa, Raihaanah,
Salma yakni Ummu Rafi’ istri Abu Rafi’, Syirin, dan saudarinya Mariyah Ummu Ibrahim
–‘Alaihissalaam-, Maimunah binti Sa’ad, Ummu Dhumairah dan Ummu ‘Ayyasy.
Abu Zakariya rahimahullah menyatakan:
“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memiliki mereka semua dalam satu
waktu, akan tetapi dalam waktu yang berbeda-beda.”
Para Pelayan Rasulullah
Banyak
diantara para Sahabat yang mempekerjakan diri mereka sebagai pelayan Nabi
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana Abdullah bin Mas’ud yang selalu
melepaskan sandal beliau, dan bila beliau bangkit lagi iapun mengenakannya,
lalu bila beliau duduk ia meletakkan di kedua lengannya, hingga beliau bangkit
kembali.
Al Mughirah
bin Syu’bah bekerja memayungi kepala beliau dengan pedang.
Sementara
Uqbah bin Amir biasa menuntunkan unta beliau dalam perjalanan.
Para pelayan
beliau lainnya di antaranya Anas bin Malik, dan Rabi’ah bin Kaab, Bilal dan Dzu
Mikhbar atau disebut juga dengan Dzu Mikhmar, kemenakan raja AnNajasyi, raja
Habasyah, ada riwayat yang menyebutkan ia anak dari saudara perempuan
AnNajasyi, serta banyak para sahabat lainnya.
Adapun
mereka yang bertugas mencatat wahyu di antaranya adalah Abu Bakar, Umar,
Ustman, Ali, AzZubair, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Muawiyyah bin Abi
Sufyan, Muhammad bin Maslamah, Al Arqam bin Abil Arqam, Abban bin Said bin Al
Ash serta saudaranya Khalid, Tsabit bin Qais, Hanzhalah bin ArRabi’ Al Usaidi,
juru tulis Nabi, Khalid bin Walid, Abdullah bin Al Arqam, Abdullah bin Zaid bin
Abdu Rabbih, Al Alla’ bin Utbah, Al Mughirah bin Syu’bah, dan Syurahbil bin
Hasanah.
Hal itu juga
ditegaskan oleh Al Hafizh Abul Qasim dalam bukunya secara detail sekali,
sehingga beliau menceritakan masing-masing di antara mereka, kecuali Syurahbil
bin Hasanah. Beliau menyebutkan bahwa merekalah yang dimaksud AsSijjil,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud (2935) dan AnNasaa-i dari Ibnu Abbas
berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“(Yaitu)
pada hari Kami menggulung langit sebagaimana Kami menggulung Sijjil
(lembaran-lembaran) kertas…” (Al Anbiya: 104)
Ada yang
menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah juru tulis Nabi
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadits ini
dipungkiri keabsahannya oleh Al Imam Abu Ja’far bin Jarir dalam tafsirnya. Ia
menyatakan: “Tidak pernah dikenal ada seorang juru tulis Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam yang bernama Sijjil, bahkan juga dari kalangan Sahabat
beliau.”
Penulis menegaskan, banyak kalangan hafizh yang
juga menolak pernyataan tersebut. Penulis telah merangkum semua persoalan itu
dalam satu pembahasan khusus, dan penulis jelaskan di dalam berbagai jalur
riwayat dan cacat-cacatnya serta para perawi yang dipersoalkan di kalangan
ulama, bahkan juga pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa riwayat
tersebut palsu. Wallahu Ta’ala A’lam.
Para Muadzin Rasulullah
Beliau Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam memiliki 4 orang muadzin: Bilal bin Rabah, Amru bin Ummi
Maktum yang buta, ada juga yang menyatakan bahwa namanya adalah Abdullah,
keduanya adalah muadzin nabi di Madinah secara bergiliran mengumandangkan
adzan. Lalu Saad Al Qarazh di masjid Quba, serta Abu Mahdzurah di Mekkah.
Semoga Allah meridhai mereka semua.
Beberapa Delegasi Nabi
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Amru bin Umaiyah AdhDhamri kepada Najasyi
dengan membawa surat dari beliau, lalu Najasyi masuk Islam sehingga kuburannya
bersinar (Muslim: 1774)
Beliau juga
mengutus Dihyah bin Khalifah Al Kalbi kepada Hirakles/ Heraclius, pemimpin
besar Romawi. Hirakles sudah amat dekat dengan Islam bahkan sudah hampir masuk
Islam, tetapi tidak jadi. Namun sebagian meriwayatkan bahwa akhirnya masuk
Islam. Diriwayatkan oleh Sunaid bin Dawud dalam tafsir-nya sebuah hadits mursal
yang mengisyaratkan bahwa Hirakles sudah masuk Islam. Sementara Abu Ubaid
meriwayatkan dalam kitab Al Amwaal sebuah hadits mursal juga, yang
secara jelas menyebutkan bahwa ia tidak masuk Islam.
Beliau juga
mengutus Abdullah bin Hudzafah AsSahmi kepada Kisra, raja Persia. Namun raja
tersebut berlaku sombong dan merobek-robek surat Nabi itu, sehingga Allah
mencabik-cabik kerajaannya secara mengenaskan melalui dakwah Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sampai kesana (Bukhari: 64, 2939, 4424,
7264).
Beliau juga
mengutus Hathib Ibnu Abi Balta’ah kepada raja Muqaiqis, penguasa Aleksandria
dan Mesir. Ia juga sudah dekat dengan Islam, namun tidak disebutkan apakah ia
masuk Islam. Bahkan ia mengirimkan berbagai hadiah dan bingkisan kepada Nabi
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Beliau juga
mengutus Amru bin Al Aash kepada dua raja Amman, dan keduanya masuk Islam.
Bahkan memberikan kebebasan kepada Amru untuk mengumpulkan zakat dan
memutuskan hukum di tengah masyarakat. Semoga Allah meridhai keduanya.
Lalu
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengutus Salith bin Amru Al Amiri
kepada Haudzah bin ‘Ali Al Hanafi di Yamamah.
Beliau juga
mengutus Syuja’ bin Wahb Al Asadi kepada Al Harits bin Abu Syammar Al Ghassani,
raja di Balqa, Syam.
Beliau juga
mengutus Al Muhajir bin Abu Umayyah Al Makzhumi kepada Al Harits Al Himyari.
Lalu Al
Alla’ bin Al Hadhrami kepada Al Mundzir bin Saawi Al Abdi, raja Bahrain, lalu
raja tersebut masuk Islam.
Beliau juga mengutus Abu Musa Al Asy’ari dan
Muadz bin Jabal kepada penduduk Yaman. Sebagian besar pemimpin dan rakyatnya
masuk Islam.
Unta & Kuda Rasulullah
Di antara
unta-unta yang dimiliki oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
sebagai berikut: Al Adhbaa, Al Jad’aa, Al Qashwaa. Diriwayatkan dari Muhammad
bin Ibrahim AtTaimi bahwa ia menceritakan: Beliau hanya memiliki satu ekor unta
saja, namun memiliki tiga nama tersebut sebagai gambaran sifat-sifatnya. Namun
pendapat ini aneh sekali, diceritakan oleh AnNawawi.
Di antara
kuda yang beliau miliki adalah: AsSakb, kuda yang memiliki warna putih di
bagian bawahnya sebelah kanan. Itu adalah kuda pertama yang dibawa dalam
peperangan beliau, yang beliau gunakan melakukan perjalanan, bahkan berlomba.
Sementara Al
Murtajaz adalah kuda yang dibeli dari seorang lelaki Badwi, disaksikan oleh
Khuzaimah bin Tsabit.
Sahal bin
Saad menyebutkan: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki 3 ekor
kuda: Lazzaz, Zharib, dan Lukhaif. Ada yang menyebutkan: Luhaif. Ada juga yang
menyebutkan Nahif, yaitu yang keenam. Yang ketujuh yaitu Al Wird yang
dihadiahkan oleh Tamim AdDari kepada beliau.
Beliau juga
memiliki seekor bighal yang bernama Duldul, hadiah dari Muqauqas. Pada perang
Hunain, beliau menunggangi bighal tersebut. Bighal itu bahkan masih hidup
setelah beliau wafat, sampai dicarikan rerumputan untuk makanannya saat giginya
sudah tanggal. Saat itu ia dirawat oleh Ali, kemudian setelah itu dirawat oleh
Abdullah bin Ja’far.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memiliki keledai bernama Ufair. Ada juga
riwayat menyebutkan: Ghufair. Demikian disebutkan oleh Iyyadh.
AnNawawi
menceritakan: “Namun para ulama bersepakat bahwa pernyataan Iyyadh itu keliru.”
Penulis
menegaskan: Ada lagi yang lebih aneh dari itu, yaitu riwayat dari Abu Al Qasim
AsSuhaili dalam ArRaudhah saat menyebutkan sebuah hadits masyhur tentang kisah
Ufair bahwa ia pernah berbicara dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu
beliau berkata: “Ufair itu adalah keturunan dari 70 jenis keledai,
masing-masing dari jenis tersebut pernah ditunggangi oleh seorang nabi. Nama
keledai itu adalah Yazid bin Syihab. Ia bahkan disuruh oleh Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam untuk berbagai keperluan menemui para Sahabatnya.
Riwayat
tersebut jelas bathil, tidak ada dasarnya dari riwayat shahih atau lemah
sekalipun, kecuali yang diceritakan oleh Abu Muhammad bin Abi Hatim melalui
jalur riwayat yang mungkar dan tertolak.
Dan memang
tidak diragukan lagi oleh para ulama bahwa itu adalah riwayat palsu. Abu Ishaq
Al Isfaraayini juga menyebutkan pernyataan serupa, demikian juga Imam Al
Haramain. Sampai-sampai Al Qadhi Iyyadh menyebutkan dalam bukunya AsySyifaa
sebagai cerita lepas yang tidak terkait dengan pembahasan. Lebih baik bila
beliau tidak mencantumkan cerita tersebut karena itu cerita palsu.
Kami pernah
bertanya kepada Syaikh kami, Abul Hajjaj berkenaan dengan riwayat itu. Beliau
menjawab: “Tidak ada asalnya. Itu hanya cerita lelucon saja.”
Suatu waktu, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
memiliki 20 ekor unta muda dan 100 ekor kambing. Di antara persenjataan yang
beliau miliki adalah 3 bilah tombak, tiga buah busur dan 6 bilah pedang, di
antaranya adalah Dzulfikar yang beliau bawa saat perang Badar, lalu 2 buah baju
besi, sebuah tameng, cincin, cangkir besar terbuat dari kayu, panji perang
berwarna hitam berbentuk bujur sangkar, dan sebuah bendera berwarna putih. Ada
riwayat yang menyatakan warnanya hitam.
Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....
Sumber : Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar