Senin, 21 Desember 2015

(43/48) Mantan Budak, Pelayan, Muadzin serta Unta & Kuda Rasulullah | Sejarah Nabi Muhammad


Mantan-mantan Budak Rasulullah (Al Mawali)

Disini akan disebutkan mantan-mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam secara berurut sesuai dengan susunan abjad Arab. Semoga Allah meridhai mereka semua. Yakni sebagaimana disebutkan oleh Al Hafizhul Kabir Abul Qasim bin Asakir dalam bagian awal-awal Tarikh-nya. Mereka adalah sebagai berikut:


Ahmar, kunyahnya adalah Abu Usaib, lalu Aswad, Anasah, Aiman bin Ummu Aiman, Baadzaam, Tsauban bin Bujdud, Hunain, Dzakwaan, ada riwayat menyebutkan: Thahmaan, ada juga yang menyebutkan Kaisaan, Marwaan atau Mahraan. Lalu Rafi’, Rabaah, Ruwaifi’, Zaid bin Bawlaa, Zaid bin Haritsah, Zaid kakek dari Hilaal bin Yasaar bin Zaid, Saabiq, Saalim, Sa’id, Safinah, Salman Al Farisi, Salim yang berkunyah Abu Kabsyah, ada riwayat bahwa ia termasuk yang mengikuti perang Badar, lalu Shalih (Syaqraan), Dhumairah bin Abi Dhumairah, Ubaidillah bin Aslam, Ubaid dan Ubaid lain yang berkunyah Abu Shafiyyah, lalu Fudhalah Al Yamani, Qashier, Kirkirah, diriwayatkan juga Karkarah, Lalu Mabur Al Qibthi, Mid’am, Maimun, Nafi’, Nubaih, Hurmuz, Hisyam, Waqid, Wardaan, Yasaar (Naubi), Abu Utsailah, Abu Bakrah, Abul Hamraa, Abu Rafi’ namanya Aslam dalam riwayat lain Abu Ubaid.

Semua nama tersebut dicatat oleh Abu Zakariya AnNawawi rahimahullah pada awal bukunya Tahdzibul Asmaa wal Lughaat, hanya saja penulis menyusunnya berdasarkan abjad agar mudah dipelajari.

Adapun mantan-mantan budak wanita beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sebagai berikut:

Umaimah, Barakah, Ummu Aiman yakni ibunya Usamah bin Zaid, Khadrah, Radhwa, Raihaanah, Salma yakni Ummu Rafi’ istri Abu Rafi’, Syirin, dan saudarinya Mariyah Ummu Ibrahim –‘Alaihissalaam-, Maimunah binti Sa’ad, Ummu Dhumairah dan Ummu ‘Ayyasy.


Abu Zakariya rahimahullah menyatakan: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memiliki mereka semua dalam satu waktu, akan tetapi dalam waktu yang berbeda-beda.”


Para Pelayan Rasulullah

Banyak diantara para Sahabat yang mempekerjakan diri mereka sebagai pelayan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana Abdullah bin Mas’ud yang selalu melepaskan sandal beliau, dan bila beliau bangkit lagi iapun mengenakannya, lalu bila beliau duduk ia meletakkan di kedua lengannya, hingga beliau bangkit kembali.

Al Mughirah bin Syu’bah bekerja memayungi kepala beliau dengan pedang.

Sementara Uqbah bin Amir biasa menuntunkan unta beliau dalam perjalanan.

Para pelayan beliau lainnya di antaranya Anas bin Malik, dan Rabi’ah bin Kaab, Bilal dan Dzu Mikhbar atau disebut juga dengan Dzu Mikhmar, kemenakan raja AnNajasyi, raja Habasyah, ada riwayat yang menyebutkan ia anak dari saudara perempuan AnNajasyi, serta banyak para sahabat lainnya.

Adapun mereka yang bertugas mencatat wahyu di antaranya adalah Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, AzZubair, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Muawiyyah bin Abi Sufyan, Muhammad bin Maslamah, Al Arqam bin Abil Arqam, Abban bin Said bin Al Ash serta saudaranya Khalid, Tsabit bin Qais, Hanzhalah bin ArRabi’ Al Usaidi, juru tulis Nabi, Khalid bin Walid, Abdullah bin Al Arqam, Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbih, Al Alla’ bin Utbah, Al Mughirah bin Syu’bah, dan Syurahbil bin Hasanah.

Hal itu juga ditegaskan oleh Al Hafizh Abul Qasim dalam bukunya secara detail sekali, sehingga beliau menceritakan masing-masing di antara mereka, kecuali Syurahbil bin Hasanah. Beliau menyebutkan bahwa merekalah yang dimaksud AsSijjil, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud (2935) dan AnNasaa-i dari Ibnu Abbas berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(Yaitu) pada hari Kami menggulung langit sebagaimana Kami menggulung Sijjil (lembaran-lembaran) kertas…” (Al Anbiya: 104)

Ada yang menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah juru tulis Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Hadits ini dipungkiri keabsahannya oleh Al Imam Abu Ja’far bin Jarir dalam tafsirnya. Ia menyatakan: “Tidak pernah dikenal ada seorang juru tulis Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bernama Sijjil, bahkan juga dari kalangan Sahabat beliau.”

Penulis menegaskan, banyak kalangan hafizh yang juga menolak pernyataan tersebut. Penulis telah merangkum semua persoalan itu dalam satu pembahasan khusus, dan penulis jelaskan di dalam berbagai jalur riwayat dan cacat-cacatnya serta para perawi yang dipersoalkan di kalangan ulama, bahkan juga pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa riwayat tersebut palsu. Wallahu Ta’ala A’lam.


Para Muadzin Rasulullah

Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki 4 orang muadzin: Bilal bin Rabah, Amru bin Ummi Maktum yang buta, ada juga yang menyatakan bahwa namanya adalah Abdullah, keduanya adalah muadzin nabi di Madinah secara bergiliran mengumandangkan adzan. Lalu Saad Al Qarazh di masjid Quba, serta Abu Mahdzurah di Mekkah. Semoga Allah meridhai mereka semua.


Beberapa Delegasi Nabi

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Amru bin Umaiyah AdhDhamri kepada Najasyi dengan membawa surat dari beliau, lalu Najasyi masuk Islam sehingga kuburannya bersinar (Muslim: 1774)

Beliau juga mengutus Dihyah bin Khalifah Al Kalbi kepada Hirakles/ Heraclius, pemimpin besar Romawi. Hirakles sudah amat dekat dengan Islam bahkan sudah hampir masuk Islam, tetapi tidak jadi. Namun sebagian meriwayatkan bahwa akhirnya masuk Islam. Diriwayatkan oleh Sunaid bin Dawud dalam tafsir-nya sebuah hadits mursal yang mengisyaratkan bahwa Hirakles sudah masuk Islam. Sementara Abu Ubaid meriwayatkan dalam kitab Al Amwaal sebuah hadits mursal juga, yang secara jelas menyebutkan bahwa ia tidak masuk Islam.

Beliau juga mengutus Abdullah bin Hudzafah AsSahmi kepada Kisra, raja Persia. Namun raja tersebut berlaku sombong dan merobek-robek surat Nabi itu, sehingga Allah mencabik-cabik kerajaannya secara mengenaskan melalui dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sampai kesana (Bukhari: 64, 2939, 4424, 7264).

Beliau juga mengutus Hathib Ibnu Abi Balta’ah kepada raja Muqaiqis, penguasa Aleksandria dan Mesir. Ia juga sudah dekat dengan Islam, namun tidak disebutkan apakah ia masuk Islam. Bahkan ia mengirimkan berbagai hadiah dan bingkisan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Beliau juga mengutus Amru bin Al Aash kepada dua raja Amman, dan keduanya masuk Islam. Bahkan memberikan kebebasan kepada Amru untuk mengumpulkan zakat dan memutuskan hukum di tengah masyarakat. Semoga Allah meridhai keduanya.

Lalu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengutus Salith bin Amru Al Amiri kepada Haudzah bin ‘Ali Al Hanafi di Yamamah.

Beliau juga mengutus Syuja’ bin Wahb Al Asadi kepada Al Harits bin Abu Syammar Al Ghassani, raja di Balqa, Syam.

Beliau juga mengutus Al Muhajir bin Abu Umayyah Al Makzhumi kepada Al Harits Al Himyari.

Lalu Al Alla’ bin Al Hadhrami kepada Al Mundzir bin Saawi Al Abdi, raja Bahrain, lalu raja tersebut masuk Islam.

Beliau juga mengutus Abu Musa Al Asy’ari dan Muadz bin Jabal kepada penduduk Yaman. Sebagian besar pemimpin dan rakyatnya masuk Islam.


Unta & Kuda Rasulullah


Di antara unta-unta yang dimiliki oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sebagai berikut: Al Adhbaa, Al Jad’aa, Al Qashwaa. Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim AtTaimi bahwa ia menceritakan: Beliau hanya memiliki satu ekor unta saja, namun memiliki tiga nama tersebut sebagai gambaran sifat-sifatnya. Namun pendapat ini aneh sekali, diceritakan oleh AnNawawi.

Di antara kuda yang beliau miliki adalah: AsSakb, kuda yang memiliki warna putih di bagian bawahnya sebelah kanan. Itu adalah kuda pertama yang dibawa dalam peperangan beliau, yang beliau gunakan melakukan perjalanan, bahkan berlomba.

Sementara Al Murtajaz adalah kuda yang dibeli dari seorang lelaki Badwi, disaksikan oleh Khuzaimah bin Tsabit.

Sahal bin Saad menyebutkan: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki 3 ekor kuda: Lazzaz, Zharib, dan Lukhaif. Ada yang menyebutkan: Luhaif. Ada juga yang menyebutkan Nahif, yaitu yang keenam. Yang ketujuh yaitu Al Wird yang dihadiahkan oleh Tamim AdDari kepada beliau.

Beliau juga memiliki seekor bighal yang bernama Duldul, hadiah dari Muqauqas. Pada perang Hunain, beliau menunggangi bighal tersebut. Bighal itu bahkan masih hidup setelah beliau wafat, sampai dicarikan rerumputan untuk makanannya saat giginya sudah tanggal. Saat itu ia dirawat oleh Ali, kemudian setelah itu dirawat oleh Abdullah bin Ja’far.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memiliki keledai bernama Ufair. Ada juga riwayat menyebutkan: Ghufair. Demikian disebutkan oleh Iyyadh.

AnNawawi menceritakan: “Namun para ulama bersepakat bahwa pernyataan Iyyadh itu keliru.”

Penulis menegaskan: Ada lagi yang lebih aneh dari itu, yaitu riwayat dari Abu Al Qasim AsSuhaili dalam ArRaudhah saat menyebutkan sebuah hadits masyhur tentang kisah Ufair bahwa ia pernah berbicara dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau berkata: “Ufair itu adalah keturunan dari 70 jenis keledai, masing-masing dari jenis tersebut pernah ditunggangi oleh seorang nabi. Nama keledai itu adalah Yazid bin Syihab. Ia bahkan disuruh oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk berbagai keperluan menemui para Sahabatnya.

Riwayat tersebut jelas bathil, tidak ada dasarnya dari riwayat shahih atau lemah sekalipun, kecuali yang diceritakan oleh Abu Muhammad bin Abi Hatim melalui jalur riwayat yang mungkar dan tertolak.

Dan memang tidak diragukan lagi oleh para ulama bahwa itu adalah riwayat palsu. Abu Ishaq Al Isfaraayini juga menyebutkan pernyataan serupa, demikian juga Imam Al Haramain. Sampai-sampai Al Qadhi Iyyadh menyebutkan dalam bukunya AsySyifaa sebagai cerita lepas yang tidak terkait dengan pembahasan. Lebih baik bila beliau tidak mencantumkan cerita tersebut karena itu cerita palsu.

Kami pernah bertanya kepada Syaikh kami, Abul Hajjaj berkenaan dengan riwayat itu. Beliau menjawab: “Tidak ada asalnya. Itu hanya cerita lelucon saja.”

Suatu waktu, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki 20 ekor unta muda dan 100 ekor kambing. Di antara persenjataan yang beliau miliki adalah 3 bilah tombak, tiga buah busur dan 6 bilah pedang, di antaranya adalah Dzulfikar yang beliau bawa saat perang Badar, lalu 2 buah baju besi, sebuah tameng, cincin, cangkir besar terbuat dari kayu, panji perang berwarna hitam berbentuk bujur sangkar, dan sebuah bendera berwarna putih. Ada riwayat yang menyatakan warnanya hitam.

Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....


Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar