Selasa, 01 Desember 2015

(31/48) Fathu Makkah / Penaklukan Kota Mekkah | Sejarah Nabi Muhammad


Di sini kami sebutkan secara ringkas perang penaklukan kota Mekkah yang dengan peperangan tersebut Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kemuliaan kepada RasulNya, menentramkan jiwa beliau dan menjadikannya sebagai sinyal kuat dari diangkatnya kalimat Ilahi, disempurnakannya agama-Nya dan perhatian Allah untuk memberikan kemenangan.

Kejadiannya, saat suku Khuza’ah pada perjanjian Hudaibiyyah, sebagaimana yang telah kita paparkan di bab sebelumnya, ikut bersama Rasulullah, sementara Bani Bakar ikut bersama Quraisy, lalu ditetapkan waktu 10 tahun sebagai waktu gencatan senjata, kaum muslimin pun hidup damai. Berlalulah satu tahun bahkan tahun kedua sudah berjalan 9 bulan dan belum genap satu tahun, datanglah Naufal bin Muawiyyah AdDili dari kalangan Bani Bakar bin Abdu Manah yang dahulu pernah ikut dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia menyerang Khuza’ah di malam hari karena urusan sumber air yang disebut Al Watir. Merekapun berperang, karena sudah adanya unsur dendam antara mereka dengan Khuza’ah semasa jahiliyyah. Quraisy tentu saja membantu Bani Bakar menyerang Khuza’ah dengan pasukan bersenjata, sebagian juga menolong dengan bantuan tenaganya secara diam-diam. Kaum Khuza’ah berlari ke Al Haram dan dikejar oleh Bani Bakar. Kaum Naufal mengingatkan akan tanah suci tersebut: “Bertakwalah kepada Ilah mu.” Naufal menjawab: “Tidak ada Ilah pada hari ini. Hai Bani Bakar, kalian sendiri telah melakukan hal yang melampaui batas di tanah suci ini. Tidakkah pantas kalian mendapatkan pembalasannya?”

Penulis menegaskan: Namun Naufal ini akhirnya masuk Islam dan Allah mengampuni perbuatannya. Riwayat ini dikeluarkan dalam Shahih Bukhari & Muslim.

Di antara kaum Khuza’ah yang berhasil mereka bunuh adalah seorang lelaki bernama Munabbih. Kaum Khuza’ah sengaja menyelamatkan diri ke rumah-rumah di Mekkah. Mereka memasuki rumah Budail bin Warqaa dan rumah mantan budak mereka, Raafi’. Maka perjanjian dengan Quraisy pun menjadi batal karena kejadian itu.

Amru bin Salim Al Khuza’i dan Budail bin Warqaa Al Khuza’i segera keluar Mekkah hingga berjumpa dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka memberitahukan apa yang diperbuat oleh Quraisy dan meminta bantuan kepada Rasulullah untuk menghadapi mereka. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyetujui dan memberikan kabar gembira buat mereka untuk mendapatkan kemenangan.

Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan bahwa Abu Sufyan akan datang untuk mengikat kembali perjanjian, dan beliau akan menolak permintaannya karena beliau tidak lagi membutuhkannya. Dan memang demikianlah yang terjadi.

Kaum Quraisy menyesali perbuatan mereka. Merekapun mengutus Abu Sufyan untuk mengikat kembali perjanjian antara mereka dengan Muhammad, memperpanjang kembali waktunya. Keluarlah Abu Sufyan. Saat ia sampai di Usfaan, ia bertemu dengan Budail bin Warqaa yang baru pulang dari Madinah. Budail sengaja menyembunyikan apa yang diucapkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Abu sufyan pun melanjutkan perjalanan hingga sampai di Madinah. Ia menemui putrinya, Ummu Habibah, istri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia hendak duduk di atas bantal tamu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, namun Ummu Habibah melarangnya dan berkata: “Engkau adalah seorang lelaki musyrik dan najis.” Abu Sufyan menjawab: “Hai putriku, semenjak meninggalkan diriku, engkau sudah berubah menjadi jahat.”

Kemudian datanglah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Abu Sufyan langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Namun Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menjawab sepatah katapun. Kemudian ia pergi menemui Abu Bakar agar mau mengajak berbicara dengan Rasulullah, namun Abu Bakar juga menolak. Ia lalu datang menjumpai Umar, tapi malah Umar berkata dengan keras: “Engkau memintaku melakukan itu? Demi Allah! Seandainya aku hanya memiliki sebutir biji sawi, niscaya akan aku gunakan untuk memerangi kalian.” Lalu Abu Sufyan mendatangi Ali, namun Ali juga tidak mau melakukannya. Lalu ia meminta Fathimah binti Rasulullah agar menyuruh anaknya Hasan agar memberikan perlindungan kepadanya. Fathimah menjawab: “Anakku tidak akan mampu melakukannya. Tidak ada seorangpun bisa memberikan perlindungan dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ali langsung memberi isyarat bahwa ia akan melindunginya di hadapan orang banyak. Abu Sufyan pun langsung pulang ke Mekkah. Ia mengabarkan kejadian itu kepada kaum Quraisy. Mereka berkata: “Demi Allah, Ali hanya mempermainkanmu saja!”

Berangkatlah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari kesepuluh bulan Ramadhan dengan membawa 10.000 personil dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta berbagai suku Arab. Termasuk yang meleburkan diri adalah Muzainah dan juga Bani Sulaim, menurut riwayat yang mahsyur, semoga Allah meridhai mereka semua. Di Madinah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mewakilkan Abu Ruhm, Kultsum bin Hushain.

Beliau berjumpa dengan pamannya Al Abbas di Dzul Hulaifah. Ada riwayat menyebutkan di Al Jahfah. Dan Abbas langsung masuk Islam, untuk pulang bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam serta mengirimkan kafilahnya ke Madinah. Ketika sampai di Nieq Al Uqab, datanglah kemenakannya, Abu Sufyan bin Al Harits bin Abdul Muthallib dan Abdullah bin Abi Umayyah saudara dari Ummu Salamah untuk masuk Islam, namun beliau mengusir mereka berdua. Ummu Salamah meminta keringanan dari Rasulullah untuk keduanya. Ummu Salamah menyampaikan banyak hal tentang kedua orang tersebut yang menyebabkan hati Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadi lebih kasihan. Dan akhirnya beliau menerimanya. Keduanya masuk Islam dan menjadi muslim yang baik setelah sebelumnya sangat keras menentang Islam.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shaum, hingga sampai di sumber air bernama Al Kudaid, antara Usfaan dengan Amaj, di tengah perjalanan menuju Mekkah, baru beliau membatalkan puasanya sesudah Ashar, di atas kendaraannya agar dilihat oleh kaum muslimin. Beliau hendak menjelaskan adanya keringanan untuk membatalkan shaum, bahkan kemudian beliau menegaskan kepada mereka. Beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di AzhZhahraan, dan bermalam di sana.

Sementara kaum Quraisy dibutakan oleh Allah sehingga mereka tidak mengetahui kabar tersebut. Meskipun mereka sudah amat khawatir dan menduga-duga akan kedatangan Muhammad dan pasukannya. Pada malam tersebut, keluarlah Ibnu Harb, Budail bin Warqa, dan Hakim bin Hizam untuk memata-matai. Saat mereka melihat api, mereka merasa terheran-heran. Budail berkata: “Itu api kaum Khuza’ah.” Abu Sufyan menukas: “Kaum Khuza’ah tidak sebanyak itu.”

Abbas mengendarai bighal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada malam itu lalu keluar dari tengah pasukan dengan harapan akan berjumpa dengan seseorang. Saat ia mendengar suara kaum Quraisy, ia segera mengenalinya. Ia berteriak: “Abu Hanzhalah!” Abu Sufyan langsung pula mengenali suara Abbas. Ia bertanya: “Engkau Abul Fadhal?” Abbas menjawab: “Ya.” Abu Sufyan bertanya lagi: “Ada apa dibelakangmu?” Abbas menjawab: “Celaka engkau! Itu adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta kaum muslimin dan pemuda Quraisy!” “Kalau begitu apa yang harus kita perbuat?” Tanya Abu Sufyan. “Kalau ia berhasil memenangkan pertempuran, pasti ia akan membunuhmu. Naik saja berboncengan denganku, engkau akan selamat.” Abu Sufyan langsung berboncengan dengan Abbas. Berangkatlah dia hingga melewati pasukan kaum muslimin. Setiap lewat dihadapan sebagian orang, mereka berkata: “Ini adalah paman Rasulullah, mengendarai Bighal milik Rasulullah.” Hingga akhirnya ia lewat di persinggahan Umar bin Khattab. Saat Umar melihatnya ia langsung berkata: “Hai musuh Allah! Segala puji bagi Allah yang memberi kesempatan padaku untuk berjumpa denganmu tanpa perjanjian dan transaksi sebelumnya.” Abbas langsung memacu tunggangannya, sementara Umar mengejarnya. Karena Umar berjalan lambat, maka Abbas berhasil berjalan terus. Ia segera mempertemukan Abu Sufyan di kemah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu datang Umar meminta ijin kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memenggal kepalanya. Namun Abbas segera melindunginya. Umar dan Abbas pun terlibat adu mulut.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membawa Abu Sufyan keesokan harinya. Di pagi harinya, Abbas datang kepada beliau membawa Abu Sufyan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menawarkan Abu Sufyan masuk Islam. Abu Sufyan terlihat agak ragu-ragu. Lalu Abbas menggertaknya, akhirnya iapun masuk Islam. Abbas berkata: “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan ini orang yang menyukai kehormatan.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam langsung berkata: “Barangsiapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Dan barangsiapa yang menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barangsiapa yang masuk ke masjid Al Haram, maka ia aman.” (Abu Dawud: 3022, Muslim: 1780)

Ibnu Hazm menyatakan: Ini merupakan dalil tegas bahwa penaklukan kota Mekkah berlangsung damai, tidak dengan kekerasan.”

Penulis menegaskan: Itu adalah salah satu dari pendapat ulama, dan termasuk pendapat Al Jadid dari Imam AsySyafi’i. Kejadian itu juga dijadikan dalil bahwa harta rampasan perang pada Fathu Makkah tersebut tidak dibagi-bagikan, dan tidak disisihkan seperlimanya.

Sementara mereka yang berpendapat bahwa penaklukan itu juga dilakukan dengan kekerasan adalah bahwa kaum muslimin juga membunuh sebagian orang Quraisy sebanyak 20 orang di Khandamah. Selain itu mereka juga beralasan dengan ucapan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam : “ ……maka dia aman.

Persoalan ini amat panjang bila diulas di sini. Dua orang ulama besar telah melakukan dialog seputar persoalan ini. Yang kami maksud adalah Tajuddin Al Fazaari dan Abu Zakariyya AnNawawi. Yakni masalah pembagian harta rampasan perang pada penaklukan tersebut.

Maksudnya, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada pagi hari itu berjalan ke Mekkah dan memerintahkan Abbas untuk menghentikan Abu Sufyan di puncak bukit agar bisa melihat tentara Islam ketika lewat di situ (Bukhari: 4280)


Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menempatkan Abu Ubaidah bin Al Jarrah di bagian depan, sementara Khalid bin Al Walid di sebelah kanan, dan Zubair bin Al Awwam di sebelah kiri. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri di belakang. Beliau memberikan panji perang kepada Saad bin Ubadah. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sempat mendengar bahwa saat lewat di hadapan Abu Sufyan, Saad berkata: Hari ini adalah hari pembantaian. Hari ini ‘yang mulia’ akan dikotori.” Yang dimaksud dengan ‘yang mulia’ adalah Ka’bah. Saat Abu Sufyan mengadukan hal itu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau berkata: “Justru hari ini Ka’bah akan dimuliakan.” Beliau memerintahkan agar panji itu diambil dari Saad dan diberikan kepada Ali. Ada riwayat menyebutkan kepada Zubair. Dan itulah riwayat yang benar. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Zubair agar masuk dari arah Kada dari bagian atas kota Mekkah, lalu menancapkan panji tersebut di Al Hajuun. Kemudian beliau memerintahkan Khalid untuk masuk dari arah Kuda, bagian bawah kota Mekkah, dan memerintahkan mereka memerangi siapa yang melawan mereka.

Ikrimah bin Abi Jahal, Shafwan bin Umayyah dan Suhail bin Amru telah mengumpulkan bala tentara di Khandamah. Khalid bin Walid melewati tempat tersebut dan berperang melawan mereka. Di antara kaum muslimin, terbunuh 3 orang. Yaitu Kurz bin Jabir dari Bani Muharib bin Fahr, Hubaisy bin Khalid bin Rabi’ah bin Ashram Al Khuza’i, dan Salamah bin Al Maila Al Juhani –semoga Allah meridhai mereka semua-. Adapun di kalangan musyrikin terbunuh 13 orang, sementara sisanya melarikan diri.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke Mekkah sambil mengendarai untanya. Beliau mengenakan Al Mighfar di kepalanya (Bukhari: 5808). Kepalanya hampir menyentuh bagian atas pelana karena tunduknya beliau kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat Mekkah, kecuali bagi Abdul Uzza bin Khathal, Abdullah bin Saad bin Abi Sarh, Ikrimah bin Abu jahal, Miqyas bin Shubaabah, Al Huwairits bin Nuqyadz, serta dua orang pelayan Ibnu Khathal, mereka adalah Fartana dan istrinya Sarah, mantan budak dari Bani Abdul Muthallib. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menghalalkan darah mereka bahkan memerintahkan membunuh mereka di manapun mereka berada, meskipun mereka bergantungan di kain Ka’bah. Terbukti Ibnu Khathal terbunuh saat ia bergelayutan di kain Ka’bah (Bukhari: 1846, Muslim: 1357). Sementara Miqyas bin Shabaabah, Al Huwairits bin Nuqaidz, serta satu dari dua pelayan tersebut kesemuanya masuk Islam.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam singgah di Mekkah dan mandi di rumah Ummu Hani, lalu shalat delapan rakaat (Bukhari: 1176, Muslim: 336), setiap dua rakaat beliau salam. Disebutkan itu adalah shalat Dhuha. Ada yang mengatakan shalat Fath. AsSuhaily berkata: Sa’ad bin Abi Waqqash telah melakukan shalat 8 raka’at di istana Kisra dengan salam sekali. Kenyataannya tidak sebagaimana yang dia katakan, bahkan melakukan salam tiap dua rakaat. Demikian diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar ke Baitullah dan melakukan Thawaf Quduum, namun tidak melakukan sa’i dan tidak berumrah.

Beliau meminta kunci Ka’bah, lalu masuk. Beliau memerintahkan agar gambar-gambar yang ada dihapus. Bilal mengumandangkan adzan pada saat itu di atas Ka’bah. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengembalikan kunci Ka’bah tersebut kepada Ustman bin Thalhah bin Abi Thalhah, bahkan langsung mengangkat mereka sebagai juru kunci.

Penaklukan kota Mekkah itu terjadi pada 20an Ramadhan.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terus tidak melakukan shaum hingga akhir bulan. Beliau melakukan shalat dua rakaat (dengan qashar) dan meminta para penduduk Mekah untuk melanjutkan sendiri-sendiri, seperti diriwayatkan oleh AnNasaa-i dengan sanad yang hasan, dari Imran bin Hushain RA. (Abu Dawud: 1229)

Esok harinya setelah penaklukan tersebut, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah menjelaskan kemuliaan kota Mekkah. Kesucian Mekkah itu akan senantiasa berlaku bagi orang terdahulu dan juga siapapun nanti, hanya sesaat tidak diberlakukan pada suatu siang bagi Nabi Muhammad, namun selain di sat itu, Mekkah adalah tanah suci/ Al Haram (Bukhari: 4295, Muslim: 1345). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam segera mengirimkan ekspedisi ke wilayah-wilayah sekitar Mekkah di dusun-dusun Arab, mengajak mereka masuk Islam.

Pengutusan Khalid ke Bani Judzaimah

Di antara ekspedisi yang dikirimkan oleh Rasulullah adalah ekspedisi Khalid bin Walid ke Bani Judzaimah yang diperangi oleh Khalid saat mengajak mereka masuk Islam. Mereka mengucapkan sabha-naa (kami masuk agama Shabi). Mereka tidak bisa mengucapkan kata aslamnaa (kami masuk Islam). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memaafkan perbuatan mereka, dan berlepas diri dari perbuatan Khalid terhadap mereka (Bukhari: 4339)

Pengutusan Khalid ke Berhala Al ‘Uzza

Di antara berbagai ekspedisi tersebut, termasuk juga pengutusan Khalid ke berhala Al ‘Uzza. Al ‘Uzza adalah sebuah rumah yang amat diagung-agungkan oleh kaum Quraisy, Kinaanah, dan seluruh penduduk Mudhar. Khalid menghancurkan rumah tersebut dengan penuh keyakinan dan keberanian.

Ikrimah bin Abu Jahal melarikan diri ke Yaman, lalu disusul oleh istrinya yang sudah masuk Islam, yaitu Ummu Hakim binti Al Harits bin Hisyam. Ia membawa Ikrimah pulang dengan jaminan keamanan dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan iapun masuk Islam bahkan menjadi seorang muslim yang baik.


Demikian juga dengan Shafwan bin Umayyah. Ia juga melarikan diri ke Yaman. Iapun dikejar oleh temannya di masa jahiliyyah, yakni Umair bin Wahb, dengan jaminan keamanan dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, akhirnya ia pulang ke Mekkah. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberinya tempo selama 4 bulan. Belum selesai perjalanan, ia sudah masuk Islam, bahkan menjadi seorang muslim yang baik.

Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....


Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar