Saat
gangguan kaum musyrikin terhadap kaum beriman semakin menjadi-jadi, dan mereka
menampakkan musibah kepada kaum muslimin secara serempak, hingga kaum musyrikin
memukuli mereka, mencampakkan mereka ke padang pasir yang panas, meletakkan
batu besar di atas dada salah seorang diantara mereka di bawah terik matahari.
Sampai-sampai ada diantara mereka yang apabila dilepaskan, sudah tidak bisa lagi duduk karena beratnya rasa sakit yang menimpanya. Kaum musyrikin berkata kepada salah seorang diantara mereka: “Katakanlah, Al Latta adalah Tuhanmu selain Tuhanmu yang lain.” Karena dipaksa, orang itu berkata: “Ya.” Saat Ju’al lewat di tempat tersebut, mereka kembali berkata: “Katakanlah, ini adalah Tuhanmu selain Allah.” Lelaki itu kembali berkata: “Ya”.
Sampai-sampai ada diantara mereka yang apabila dilepaskan, sudah tidak bisa lagi duduk karena beratnya rasa sakit yang menimpanya. Kaum musyrikin berkata kepada salah seorang diantara mereka: “Katakanlah, Al Latta adalah Tuhanmu selain Tuhanmu yang lain.” Karena dipaksa, orang itu berkata: “Ya.” Saat Ju’al lewat di tempat tersebut, mereka kembali berkata: “Katakanlah, ini adalah Tuhanmu selain Allah.” Lelaki itu kembali berkata: “Ya”.
Lewatlah
musuh Allah, Abu Jahal Amru bin Hisyam dihadapan Sumayyah, ibu dari Ammar saat
ia bersama suami dan anaknya sedang disiksa. Ia menusuk wanita itu dibagian
kemaluannya hingga wafat. Semoga Allah meridhainya, meridhai anak dan suaminya.
Abu Bakar
Ash Shiddiq sendiri, apabila lewat di hadapan salah seorang budak yang sedang
disiksa, beliau segera membelinya dari para tuannya, lalu membebaskannya.
Diantara para budak yang pernah beliau adalah Bilal dan ibunya Hamamah, Amir
bin Fuhairah, Ummu Abas, Zinnirah, AnNahdiyyah beserta anak perempuannya, budak
wanita bani Adiyy yang pernah disiksa oleh Umar sebelum masuk Islam.
Sampai-sampai ayah Abu Bakar, yakni Abu Quhafah berkata kepadanya: “Ananda!
Saya lihat engkau selalu membebaskan para budak yang lemah. Kalau seandainya
engkau membebaskan orang-orang yang kuat, tentu mereka akan mampu melindungi
mu” Abu Bakar menjawab: “Aku hanya melakukan apa yang aku inginkan.” Ada yang
menyebutkan bahwa ayat berikut turun karena perbuatan beliau:
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling
bertaqwa dari neraka. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkan dirinya.” (AlLail: 17-18)
-Hijrah Ke Habasyah-
Saat bala
dan cobaan itu semakin berat, Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengijinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah, yakni di
barat kota Mekkah, antara 2 wilayah Sahara Sudan, dan lautan yang membentang
antara Yaman hingga Qulzum.
Yang pertama
kali keluar berhijrah ke negeri Habasyah adalah Utsman bin Affan RA bersama
istrinya Ruqayyah binti Rasulullah, diiringi oleh sebagian kaum muslimin. Ada
pendapat lain, bahwa yang pertama kali hijrah ke Habasyah adalah Abu Hathib bin
Amru bin Abdu Syams bin Abdi Wadd bin Nashr bin Malik. Kemudian Ja’far bin Abu
Thalib ikut keluar bersama sekelompok kaum muslimin lainnya. Semoga Allah
meridhai mereka semua. Jumlah mereka kala itu adalah 80 orang.
Muhammad bin
Ishaq menyebutkan di antara orang-orang yang berhijrah ke Habasyah adalah Abu
Musa Al Asy’ari dan Abdullah bin Qais! Kami tidak tahu kenapa ia sampai
menuliskan demikian? Karena ini adalah masalah yang sudah jelas, meski bagi
orang yang belum sepadan dengan beliau dalam ilmu ini. Pernyataan beliau itu
dibantah oleh Al Waaqidi dan para ulama Al Maghaazi (ulama sejarah) lainnya.
Mereka menegaskan: “Abu Musa Al Asy’ari memang pernah berhijrah, tapi dari
Yaman menuju Habasyah, untuk menemui Ja’far. Demikian ditegaskan dalam
AshShahih dari riwayat beliau sendiri RA. (Bukhari: 3136, Muslim: 2502)
Kaum Al
Muhajirin meminta perlindungan kepada kerajaan AnNajasyi. Raja AnNajasyi
memberikan perlindungan kepada mereka dan menghormati mereka. Mereka pun merasa
aman berada di sisi raja tersebut.
Ketika kaum
kafir Quraisy mengetahui hal itu, mereka segera menyusul kaum muslimin dengan
mengirimkan Abdullah bin Abi Rabi’ah dan Amru bin Al ‘Ash dengan membawa
bermacam hadiah dan bingkisan dari Mekkah untuk raja Najasyi agar ia
mengembalikan kaum muslimin kepada mereka. Akan tetapi raja Najasyi menolaknya.
Mereka berusaha mencari dukungan dari para komandan pasukan, akan tetapi para
komandan tersebut juga tidak memenuhi ajakan mereka. Akhirnya mereka
menyebarkan isu bahwa kaum muslimin telah mengucapkan kata-kata yang tidak
senonoh terhadap ‘Isa, dengan mengatakan ‘Isa adalah seorang hamba.
Kaum
muslimin diminta hadir dalam sebuah pertemuan. Saat itu kaum muslimin diwakili
oleh Ja’far bin Abi Thalib RA. Raja Najasyi bertanya: “Apa tanggapan kalian
terhadap ucapan mereka bahwa kalian telah mengucapkan suatu hal terhadap ‘Isa?”
Ja’far lalu membaca surat Kaaf Haa Yaa ‘Ain Shaad (Maryam). Usai membaca surat
tersebut, raja Najasyi mengambil sebilah kayu dari atas tanah, lalu berkata:
“Apa yang dibacakan tadi, tidak lebih dari yang tercantum di dalam Taurat,
kecuali sebatas kayu ini saja.” Kemudian raja Najasyi berkata: “Pergilah.
Kalian adalah tamu-tamu di negeri kami. Siapa saja yang mencaci kalian, akan
dikenakan denda.” Lalu ia berkata kepada Amru dan Abdullah: “Demi Allah,
andaikata kalian memberikan kepadaku gunung dari emas sekalipun, aku tidak akan
menyerahkan mereka kepada kalian.” Lalu beliau memerintahkan agar semua hadiah
tersebut dikembalikan. Keduanya pun pulang dengan tangan kosong dan dengan
kesia-siaan yang tiada terkira. (Ahmad I: 201)
bersambung in sya Allah .....
>> Selanjutnya : (5/48) Pemboikotan Kaum Quraisy Terhadap Bani Hasyim & Bani Muthallib
<< Sebelumnya : (3/48) Diutusnya Beliau Sebagai Rasul
Oleh: Ibnu Katsir
Sumber: Pustaka AtTibyan
<< Sebelumnya : (3/48) Diutusnya Beliau Sebagai Rasul
Oleh: Ibnu Katsir
Sumber: Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar