Kamis, 26 November 2015

(26/48) Perang Bani Mushthaliq (Al Muraisi') & Kisah Al Ifk | Sejarah Nabi Muhammad



Kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerangi Bani Al Mushthaliq dari Khuzaa’ah pada bulan Sya’ban, tahun keenam Hijriyah. Ada riwayat menyebutkan pada bulan Sya’ban tahun kelima. Namun riwayat pertama lebih tepat, dan itu adalah pendapat Ibnu Ishaq dan ulama sejarah lainnya.

Abu Dzarr beliau angkat sebagai wakilnya di Madinah. Ada riwayat menyebutkan: Numailah bin Abdullah Al Laitsi. Beliau menyerang mereka saat sedang berada di sumber air mereka yang bernama Al Muraisi’. Letaknya dari arah Qudaid menuju ke pantai. Sebagian di antara mereka mati terbunuh, kaum wanita dan anak-anaknya juga banyak yang tertawan (Bukhari: 2541, Muslim: 1703). Syiar kaum muslimin kala itu adalah amit, amit (matikanlah, matikanlah).

Di antara wanita yang tertawan adalah Juwairiyyah binti Al Harits bin Abi Dhiraar, raja Bani Musthaliq. Ia terkena panah Tsabit bin Qais bin Syammas. Namun kemudian dia dibebaskan dengan sistem pengangsuran. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian melunasi angsuran tersebut, bahkan kemudian menikahinya, sehingga ia menjadi Ummul Mukminin. Karena kejadian itu, kaum muslimin membebaskan seratus keluarga dari Bani Musthaliq, dan mereka semua sudah masuk Islam.

Sepulangnya beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, lelaki munafik jahat musuh Allah, Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: “Kalau kita pulang ke Madinah, yang berkuasa di sini akan mengusir orang-orang yang hina.” Ia menyindir Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Ucapan itu disampaikan oleh Zaid bin Arqam kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan Abdullah bin Ubay datang mengemukakan alasan, ia bersumpah tentang apa yang ia ucapkan. Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membiarkannya saja, sehingga Allah menurunkan surat Al Munafiqin untuk membenarkan ucapan Zaid bin Arqam (Bukhari: 4900-4904, Muslim: 2772)

Dalam peperangan ini, terjadi sebuah peristiwa:


Kisah Al Ifk

Yakni kisah yang dibuat-buat oleh Abdullah bin Ubayy, tokoh jahat itu, beserta teman-temannya. Kisahnya, bahwa Ummul Mukminin, ‘Aisyah binti Abi Bakar AshShiddiq suatu hari keluar bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam perjalanannya. Ia dibawa di atas sedekup. Mereka singgah di beberapa tempat, kemudian ingin kembali melanjutkan perjalanan di awal siang. ‘Aisyah pergi ke sebuah tempat untuk buang hajat, kemudian kembali lagi sambil mencari-cari kalung milik saudarinya; Asma yang dipinjamkan kepadanya. Ia segera berbalik ke tempat ia buang hajat dan mencari kalung tersebut. Ketika itu rombongan yang bepergian bersamanya, langsung mengusung sedekup yang hanya seberat satu orang dewasa, sementara tandu itu tidak berisi siapa-siapa. Merekapun meletakkan tandu itu di atas unta, dan mereka tidak menganggap ada yang tidak beres meskipun ringan sekali. Karena ‘Aisyah pada saat itu memang belum gemuk tubuhnya, ia barulah gadis berumur 14 tahun.

Setelah mendapatkan kembali kalungnya, ‘Aisyah segera kembali. Namun ia tidak melihat seorangpun di tempat singgah, karena rombongan memang sudah pergi. Ia pun duduk sambil berkata dalam hati: “Mereka pasti akan merasa kehilangan dan akan kembali lagi kesini.” Namun Allah berkuasa untuk menentukan segalanya. Allah memiliki hikmah atas segala yang Dia kehendaki. ‘Aisyah terkantuk dan tidur. Ia baru bangun saat mendengar suara yang mengucapkan istirjaa’, yakni Shofwaan bin Al Mu’aththal As Sulami, AdzDzakwani. Ia memang tertinggal di bagian belakang rombongan, karena sempat tidur nyenyak, seperti disebutkan dalam riwayat Abu Dawud. Saat ia melihat Ummul Mukminin, ia berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun. Istri Rasulullah?!” Kemudian ia menambatkan untanya. Mendekatkannya kepada ‘Aisyah, dan ‘Aisyahpun langsung mengendarainya. Ia tidak berbicara kepada ‘Aisyah sepatah katapun. Dan ‘Aisyah hanya mendengar suara istirjaa’ saja darinya. Kemudian ia berjalan menuntun unta yang dinaiki ‘Aisyah, sementara bala tentara kaum muslimin sudah singgah di Nahr AzhZhahirah.

Saat orang-orang melihat mereka berdua, kaum munafikin mulai berdesas-desus –semoga Allah memberi balasan kepada mereka-, sementara Abdullah bin Ubayy, si manusia kotor itu, dengan perbuatan hina yang dia lakukan dalam peperangan tersebut, juga mulai banyak bicara, menceritakan kesana kemari, mengekspos, menyebarkan, dan menyiarkannya ke khalayak ramai.

Persoalannya seperti yang diceritakan secara panjang lebar dalam Shahih Al Bukhari & Muslim (Bukhari: 4141, Muslim: 2770), dari hadits AzZuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab, Urwah bin AzZubair, Alqamah bin Waqqash Al Laitsi, dan Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, kesemuanya dari ‘Aisyah  AshShiddiqah binti AshShiddiq, yang mendapatkan pembersihan secara langsung dari atas tujuh lapis langit dari segala tuduhan mereka yang terlibat dalam kisah Al Ifk pada peperangan ini:
¨

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu……” (AnNur: 11)

Ketika Allah menurunkan firmanNya tersebut, yakni satu bulan lebih setelah kepulangan mereka dari peperangan ini, orang-orang yang menyebarkan beritah bohong tersebut dicambuk dengan cemeti. Di antara mereka yang terkena hukuman cambuk itu adalah Misthah bin Atsaatsah dan Hamnah bintu Jahsy.

Sebelum turunnya ayat tersebut, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin dan memberikan peringatan kepada Abdullah bin Ubayy dan para Sahabatnya. Beliau berkata: “Siapakah yang bisa memberikan pelajaran kepada orang yang mengganggu rumah tanggaku? Demi Allah, yang ku tahu, keluargaku baik-baik saja. Mereka menyebut nama seorang lelaki yang menurutku juga baik-baik saja. Ia tidak pernah masuk menemui keluargaku, kecuali bersamaku.” Saad bin Muadz, saudara dari Bani Abdil Asyhal bangkit dan berkata: “Wahai Rasulullah! Saya akan memberikan peringatan kepadanya untuk dirimu. Kalau ia berasal dari suku Aus, akan ku penggal kepalanya. Kalau dia berasal dari teman-teman kami suku Al Khazraj, silahkan perintahkan apa saja, akan ku lakukan kepadanya.” Saad bin Ubadah pun langsung bangkit dan berkata: “Engkau bohong! Demi Allah, engkau tak akan membunuhnya. Kalau memang berasal dari orang-orangmu, engkau tidak akan senang ia dibunuh,” Usaid bin Khudair ikut berdiri: “Demi Allah! Kami pasti akan membunuhnya. Engkau memang munafik dan pembela kaum munafik.” Maka dua suku tersebutpun terlibat pertengkaran, dan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam terus berusaha mendamaikan mereka, hingga mereka terdiam.

Demikian disebutkan dalam Shahih Bukhari & Muslim, bahwa yang bertengkar dengan Saad bin Ubadah adalah Saad bin Muadz.

Ini termasuk hal yang rumit sehingga membingungkan banyak kalangan ulama sejarah. Karena tidak seorangpun yang berbeda pendapat bahwa Saad bin Muadz meninggal dunia usai perang Bani Quraizhah, yakni setelah perang Khandaq pada tahun kelima menurut pendapat yang benar. Adapun peristiwa Al Ifk ini tidak diragukan lagi terjadi pada perang Bani Al Mushthaliq, yakni dalam perang Al Muraisi’. AzZuhri menegaskan: “Yakni pada perang Al Muraisi’.” Para ulama berbeda pendapat dalam menjawab persoalan ini. Musa bin Uqbah menyatakan berdasarkan riwayat Bukhari: Sesungguhnya perang Al Muraisi’ itu terjadi pada tahun keempat.” Pendapat itu berlawanan dengan pendapat mayoritas ulama (Bukhari: VII: 428-AlFath)

Dalam hadits itu sendiri terdapat indikasi yang menolak pendapatnya tersebut, yakni bahwa ‘Aisyah berkata: “Hal itu terjadi setelah diturunkannya ayat Al Hijab.” Tidak ada perbedaan pendapat bahwa ayat tersebut diturunkan pada pagi hari dari malam pertama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dengan Zainab binti Jahsy. Rasulullah  sempat bertanya kepada Zainab binti Jahsy tentang ‘Aisyah saat terjadi peristiwa Al Ifk tersebut. Ia berkata: “Aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku.” ‘Aisyah berkomentar: “Dialah satu-satunya istri Nabi  yang menyaingi kedudukanku di sisi beliau.”

Para ahli sejarah telah menyebutkan bahwa pernikahan beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dengan Zainab terjadi pada bulan Dzulqa’dah pada tahun kelima Hijriyyah. Sehingga apa yang menjadi pendapat Musa bin Uqbah dengan sendirinya batal, dan kerumitan dalam persoalan ini pun hilang.

Adapun Imam Muhammad bin Ishaq bin Yassar pernah juga berkata: “Sesungguhnya perang Bani Musthaliq terjadi pada tahun keenam.” Ia menyebutkan juga adanya kisah Al Ifk. Hanya saja ia menceritakan: “Dari AzZuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, dari ‘Aisyah dst. Ia berkata, berdirilah Usaid bin Khudair sambil berkata: “Saya akan memberinya peringatan untuk dirimu.” Namun tidak disebutkan Saad bin Muadz.

Abu Muhammad bin Hazm pernah menyatakan: “Inilah pendapat yang benar dan tak perlu diragukan lagi. Sementara riwayat lain menurut kami adalah salah kaprah.” Ibnu Hazm berbicara panjang lebar dalam persoalan ini, dan juga mengakui disebutkannya nama Saad juga memang disebutkan dalam berbagai riwayat shahih. Penulis menegaskan: Dan memang benar apa yang beliau tegaskan, in sya Allah.


Yang tersurat dalam hadits ini tidaklah mengubah secara hukum berbagai hadits yang banyak jumlahnya. Para ulama telah mengisyaratkan sebagian besar diantaranya. Sebagian di antara mereka berusaha memberikan jawaban, tetapi terlalu dipaksakan. Wallahu A’lam.

Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....


Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar