Kemudian
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerangi Bani Al Mushthaliq dari Khuzaa’ah
pada bulan Sya’ban, tahun keenam Hijriyah. Ada riwayat menyebutkan pada bulan
Sya’ban tahun kelima. Namun riwayat pertama lebih tepat, dan itu adalah
pendapat Ibnu Ishaq dan ulama sejarah lainnya.
Abu Dzarr
beliau angkat sebagai wakilnya di Madinah. Ada riwayat menyebutkan: Numailah
bin Abdullah Al Laitsi. Beliau menyerang mereka saat sedang berada di sumber
air mereka yang bernama Al Muraisi’. Letaknya dari arah Qudaid menuju ke
pantai. Sebagian di antara mereka mati terbunuh, kaum wanita dan anak-anaknya
juga banyak yang tertawan (Bukhari: 2541, Muslim: 1703). Syiar kaum muslimin
kala itu adalah amit, amit (matikanlah, matikanlah).
Di antara
wanita yang tertawan adalah Juwairiyyah binti Al Harits bin Abi Dhiraar, raja
Bani Musthaliq. Ia terkena panah Tsabit bin Qais bin Syammas. Namun kemudian
dia dibebaskan dengan sistem pengangsuran. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian melunasi angsuran tersebut, bahkan
kemudian menikahinya, sehingga ia menjadi Ummul Mukminin. Karena kejadian itu,
kaum muslimin membebaskan seratus keluarga dari Bani Musthaliq, dan mereka
semua sudah masuk Islam.
Sepulangnya
beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, lelaki munafik jahat musuh Allah, Abdullah
bin Ubay bin Salul berkata: “Kalau kita pulang ke Madinah, yang berkuasa di
sini akan mengusir orang-orang yang hina.” Ia menyindir Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Ucapan itu disampaikan oleh Zaid bin Arqam
kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan Abdullah bin Ubay datang mengemukakan alasan, ia bersumpah tentang apa yang ia ucapkan. Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membiarkannya saja, sehingga Allah menurunkan
surat Al Munafiqin untuk membenarkan ucapan Zaid bin Arqam (Bukhari: 4900-4904,
Muslim: 2772)
Dalam
peperangan ini, terjadi sebuah peristiwa:
Kisah Al Ifk
Yakni kisah
yang dibuat-buat oleh Abdullah bin Ubayy, tokoh jahat itu, beserta
teman-temannya. Kisahnya, bahwa Ummul Mukminin, ‘Aisyah binti Abi Bakar
AshShiddiq suatu hari keluar bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam perjalanannya. Ia dibawa di atas
sedekup. Mereka singgah di beberapa tempat, kemudian ingin kembali melanjutkan
perjalanan di awal siang. ‘Aisyah pergi ke sebuah tempat untuk buang hajat,
kemudian kembali lagi sambil mencari-cari kalung milik saudarinya; Asma yang
dipinjamkan kepadanya. Ia segera berbalik ke tempat ia buang hajat dan mencari
kalung tersebut. Ketika itu rombongan yang bepergian bersamanya, langsung mengusung sedekup yang hanya seberat satu orang dewasa, sementara
tandu itu tidak berisi siapa-siapa. Merekapun meletakkan tandu itu di atas
unta, dan mereka tidak menganggap ada yang tidak beres meskipun ringan sekali.
Karena ‘Aisyah pada saat itu memang belum gemuk tubuhnya, ia barulah gadis
berumur 14 tahun.
Setelah
mendapatkan kembali kalungnya, ‘Aisyah segera kembali. Namun ia tidak melihat
seorangpun di tempat singgah, karena rombongan memang sudah pergi. Ia pun duduk
sambil berkata dalam hati: “Mereka pasti akan merasa kehilangan dan akan
kembali lagi kesini.” Namun Allah berkuasa untuk menentukan segalanya. Allah
memiliki hikmah atas segala yang Dia kehendaki. ‘Aisyah terkantuk dan tidur. Ia
baru bangun saat mendengar suara yang mengucapkan istirjaa’, yakni Shofwaan
bin Al Mu’aththal As Sulami, AdzDzakwani. Ia memang tertinggal di bagian
belakang rombongan, karena sempat tidur nyenyak, seperti disebutkan dalam
riwayat Abu Dawud. Saat ia melihat Ummul Mukminin, ia berkata: “Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’uun. Istri Rasulullah?!” Kemudian ia menambatkan untanya.
Mendekatkannya kepada ‘Aisyah, dan ‘Aisyahpun langsung mengendarainya. Ia tidak
berbicara kepada ‘Aisyah sepatah katapun. Dan ‘Aisyah hanya mendengar suara istirjaa’
saja darinya. Kemudian ia berjalan menuntun unta yang dinaiki ‘Aisyah,
sementara bala tentara kaum muslimin sudah singgah di Nahr AzhZhahirah.
Saat
orang-orang melihat mereka berdua, kaum munafikin mulai berdesas-desus –semoga
Allah memberi balasan kepada mereka-, sementara Abdullah bin Ubayy, si manusia
kotor itu, dengan perbuatan hina yang dia lakukan dalam peperangan tersebut,
juga mulai banyak bicara, menceritakan kesana kemari, mengekspos, menyebarkan,
dan menyiarkannya ke khalayak ramai.
Persoalannya
seperti yang diceritakan secara panjang lebar dalam Shahih Al Bukhari &
Muslim (Bukhari: 4141, Muslim: 2770), dari hadits AzZuhri, dari Sa’id bin Al
Musayyab, Urwah bin AzZubair, Alqamah bin Waqqash Al Laitsi, dan Ubaidillah bin
Abdullah bin Utbah, kesemuanya dari ‘Aisyah
AshShiddiqah binti AshShiddiq, yang
mendapatkan pembersihan secara langsung dari atas tujuh lapis langit dari
segala tuduhan mereka yang terlibat dalam kisah Al Ifk pada peperangan ini:
¨
“Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik
bagi kamu……” (AnNur: 11)
Ketika Allah
menurunkan firmanNya tersebut, yakni satu bulan lebih setelah kepulangan mereka
dari peperangan ini, orang-orang yang menyebarkan beritah bohong tersebut
dicambuk dengan cemeti. Di antara mereka yang terkena hukuman cambuk itu adalah
Misthah bin Atsaatsah dan Hamnah bintu Jahsy.
Sebelum
turunnya ayat tersebut, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar dan berkhutbah di hadapan
kaum muslimin dan memberikan peringatan kepada Abdullah bin Ubayy dan para
Sahabatnya. Beliau berkata: “Siapakah yang bisa memberikan pelajaran kepada
orang yang mengganggu rumah tanggaku? Demi Allah, yang ku tahu, keluargaku
baik-baik saja. Mereka menyebut nama seorang lelaki yang menurutku juga
baik-baik saja. Ia tidak pernah masuk menemui keluargaku, kecuali bersamaku.”
Saad bin Muadz, saudara dari Bani Abdil Asyhal bangkit dan berkata: “Wahai
Rasulullah! Saya akan memberikan peringatan kepadanya untuk dirimu. Kalau ia
berasal dari suku Aus, akan ku penggal kepalanya. Kalau dia berasal dari
teman-teman kami suku Al Khazraj, silahkan perintahkan apa saja, akan ku
lakukan kepadanya.” Saad bin Ubadah pun langsung bangkit dan berkata: “Engkau
bohong! Demi Allah, engkau tak akan membunuhnya. Kalau memang berasal dari
orang-orangmu, engkau tidak akan senang ia dibunuh,” Usaid bin Khudair ikut
berdiri: “Demi Allah! Kami pasti akan membunuhnya. Engkau memang munafik dan
pembela kaum munafik.” Maka dua suku tersebutpun terlibat pertengkaran, dan
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam terus berusaha mendamaikan mereka, hingga
mereka terdiam.
Demikian
disebutkan dalam Shahih Bukhari & Muslim, bahwa yang bertengkar dengan Saad
bin Ubadah adalah Saad bin Muadz.
Ini termasuk
hal yang rumit sehingga membingungkan banyak kalangan ulama sejarah. Karena
tidak seorangpun yang berbeda pendapat bahwa Saad bin Muadz meninggal dunia
usai perang Bani Quraizhah, yakni setelah perang Khandaq pada tahun kelima
menurut pendapat yang benar. Adapun peristiwa Al Ifk ini tidak diragukan lagi
terjadi pada perang Bani Al Mushthaliq, yakni dalam perang Al Muraisi’. AzZuhri
menegaskan: “Yakni pada perang Al Muraisi’.” Para ulama berbeda pendapat dalam
menjawab persoalan ini. Musa bin Uqbah menyatakan berdasarkan riwayat Bukhari:
Sesungguhnya perang Al Muraisi’ itu terjadi pada tahun keempat.” Pendapat itu
berlawanan dengan pendapat mayoritas ulama (Bukhari: VII: 428-AlFath)
Dalam hadits
itu sendiri terdapat indikasi yang menolak pendapatnya tersebut, yakni bahwa
‘Aisyah berkata: “Hal itu terjadi setelah diturunkannya ayat Al Hijab.” Tidak
ada perbedaan pendapat bahwa ayat tersebut diturunkan pada pagi hari dari malam
pertama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dengan Zainab binti Jahsy. Rasulullah
sempat bertanya kepada Zainab binti Jahsy
tentang ‘Aisyah saat terjadi peristiwa Al Ifk tersebut. Ia berkata: “Aku
selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku.” ‘Aisyah berkomentar: “Dialah
satu-satunya istri Nabi
yang menyaingi kedudukanku di sisi beliau.”
Para ahli
sejarah telah menyebutkan bahwa pernikahan beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dengan Zainab terjadi pada bulan Dzulqa’dah
pada tahun kelima Hijriyyah. Sehingga apa yang menjadi pendapat Musa bin Uqbah
dengan sendirinya batal, dan kerumitan dalam persoalan ini pun hilang.
Adapun Imam
Muhammad bin Ishaq bin Yassar pernah juga berkata: “Sesungguhnya perang Bani
Musthaliq terjadi pada tahun keenam.” Ia menyebutkan juga adanya kisah Al Ifk.
Hanya saja ia menceritakan: “Dari AzZuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin
Utbah, dari ‘Aisyah dst. Ia berkata, berdirilah Usaid bin Khudair sambil berkata:
“Saya akan memberinya peringatan untuk dirimu.” Namun tidak disebutkan Saad bin
Muadz.
Abu Muhammad
bin Hazm pernah menyatakan: “Inilah pendapat yang benar dan tak perlu diragukan
lagi. Sementara riwayat lain menurut kami adalah salah kaprah.” Ibnu Hazm
berbicara panjang lebar dalam persoalan ini, dan juga mengakui disebutkannya
nama Saad juga memang disebutkan dalam berbagai riwayat shahih. Penulis
menegaskan: Dan memang benar apa yang beliau tegaskan, in sya Allah.
Yang
tersurat dalam hadits ini tidaklah mengubah secara hukum berbagai hadits yang
banyak jumlahnya. Para ulama telah mengisyaratkan sebagian besar diantaranya.
Sebagian di antara mereka berusaha memberikan jawaban, tetapi terlalu
dipaksakan. Wallahu A’lam.
Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....
Sumber : Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar