Kamis, 10 Desember 2015

(37/48) Wafatnya Rasulullah | Sejarah Nabi Muhammad


Selanjutnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menghabiskan sisa bulan Dzulhijjah, Muharram, dan Shafar. Baru kemudian beliau mulai sakit di rumah Maimunah, pada hari kamis. Saat itu rasa sakit beliau rasakan di kepala beliau yang mulia. Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai sering merasakan pusing-pusing. Meski demikian, beliau tetap memberikan giliran kepada seluruh istrinya, sampai hal itu sudah semakin berat beliau rasakan. Beliaupun meminta ijin kepada mereka semua agar beliau dirawat di rumah ‘Aisyah RA. Mereka semua mengijinkan beliau (Bukhari: 2588, Muslim: 418, 91). Beliau menderita sakit hingga 12 hari. 


Ada riwayat menyebutkan 14 hari. Abu Bakar Ash Shiddiq yang mengimami kaum muslimin dengan perintah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (Bukhari: 687, Muslim: 418, 90), termasuk memberikan dispensasi kepada Abu Bakar untuk tidak ikut dalam pasukan Usamah yang beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam persiapkan untuk berangkat ke Syam, memerangi Romawi.

Saat penyakit beliau sudah memuncak, kaum muslimin menanti-nanti untuk mengetahui apa yang terjadi pada diri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga sempat shalat bermakmum kepada Abu Bakar dalam keadaan duduk.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat pada waktu dhuha di hari Senin (Bukhari: 680, Muslim: 419) di bulan Rabiul Awwal. Namun yang populer adalah di tanggal 12 nya, ada yang menyatakan di awal bulan, ada juga pendapat: tanggal 2, dan ada juga pendapat lain.

AsSuhaili menyatakan (ada pendapat yang diklaim belum ada pendahulunya), bahwa tidak mungkin beliau melakukan khutbah pada hari ke 9 Dzulhijjah kemudian wafat beliau pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal sesudah itu, baik dengan catatan seluruh bulan dihitung secara lengkap atau kurang, atau sebagian dihitung sempurna dan sebagian lagi tidak.*
*Note: Kami mendapatkan korelasi antara hari Jum’at dengan hari Senin bulan Rabiul Awwal. Kemungkinan, yang dimaksud bahwa bila dihitung dengan kalender hijriyyah, saat itu bukanlah hari Senin. Namun kenapa disebutkan: baik dengan catatan seluruh bulan dihitung secara lengkap atau kurang, atau sebagian dihitung sempurna dan sebagian lagi tidak?

Ada jawaban tepat, bahkan amat tepat sekali, Alhamdulillah. Penulis mencantumkannya secara terpisah dengan berbagai jawaban lain, yaitu: itu terjadi karena adanya perbedaan dalam melihat bulan sabit untuk bulan Dzulhijjah antara Mekkah dengan Madinah. Para penduduk Mekkah sudah melihat bulan sabit satu hari sebelum penduduk Madinah. Dengan demikian, lengkaplah pendapat yang masyhur, segala puji bagi Allah dan segala karunia hanya daripada-Nya.

Usia beliau saat wafat adalah 63 tahun, menurut pendapat yang benar. (Bukhari: 3536, Muslim: 2348)

Para ulama sejarah menyatakan: Demikian juga umur Abu Bakar, Umar, Ali, dan ‘Aisyah saat meninggal dunia. Demikian disebutkan oleh Abu Zakariya An Nawawi dalam Tahdzib nya dan dinyatakan shahih oleh beliau. Dan sebagiannya masih perlu diteliti lagi. (Muslim: 2349)

Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa umur beliau kala itu 60 tahun. (Bukhari: 4465) Riwayat lain menyebutkan 65 (Muslim: 2353). Ketiga pendapat tersebut ada dalam Shahih Bukhari, dari Ibnu Abbas RA.

Goncangan semakin hebat dengan wafatnya Rasulullah, beban semakin berat dan persoalan semakin sulit. Kaum muslimin betul-betul mengalami musibah karena wafatnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Umar bin Khattab RA sampai tidak menerima kenyataan itu. Ia berkata: “Beliau belum wafat. Ia akan kembali lagi seperti Musa dahulu akhirnya kembali kepada kaumnya.” Kaum muslimin pun gempar.

Datanglah Abu Bakar Ash Shiddiq, seorang Sahabat yang mendapatkan dukungan dan pembelaan dari Nabi, dari semenjak dahulu hingga masa kemudian, lahir maupun batin. Beliaulah yang berhasil menegakkan kebenaran, menyuarakan Al Haq secara terang-terangan, lalu berkhutbah di hadapan kaum muslimin dan membaca firman Allah Ta’ala:

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad). Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 144)

Seakan-akan kaum muslimin belum pernah mendengar ayat itu sebelumnya. Setiap muslim yang ada saat itu, kontan langsung membacanya. (Bukhari: 4454)

Kemudian kaum muslimin pergi ke Saqifah (bangsal) bani Saa’idah. Mereka bersepakat untuk mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pimpinan. Namun Saad menolak tawaran itu mentah-mentah. Lalu Abu Bakar menawarkan antara Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Namun keduanya menolak, demikian juga kaum muslimin lainnya. Dan memang Allah tidak menghendakinya. Maka kaum muslimin justru membaiat Abu Bakar RA di sana. Lalu datanglah kaum muslimin berbondong-bondong membaiat beliau secara umum di atas mimbar (Bukhari: 3667, 3668)

Kemudian mereka baru mulai merawat jenazah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, memandikan beliau dengan tetap mengenakan gamisnya. (Abu Dawud: 3141, Ahmad VI: 267)

Yang memprakarsai perawatan jenazah beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah pamannya sendiri, Al Abbas dan anaknya Qutsam dan Ali bin Abi Thalib serta Usamah bin Zaid dan Syuqran, mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang membantu menyiramkan airnya. Aus bin Khaulai Al Anshari Al Badri juga ikut membantunya. Semoga Allah meridhai mereka semua. Mereka mengafani Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tiga lapis kain ditambah kapas putih halus, tanpa mengenakan gamisnya lagi, juga tidak mengenakan sorban. (Bukhari: 1264, Muslim: 941) Merekapun menyalati beliau secara estafet satu per satu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dalam hal itu. Diriwayatkan oleh Al Bazzar. Allahu A’lam, tentang keshahihan riwayat ini bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan yang demikian itu.

AsySyafi’i menyatakan: Mereka menshalatkan jenazah beliau secara bergantian namun berjama’ah, karena demikian besar pahala shalat tersebut mereka saling berlomba-lomba agar seseorang mengimami shalat jenazah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Al Hakim Abu Ahmad menyatakan: “Yang pertama kali menyalati beliau adalah Abbas, paman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian diikuti oleh Bani Hasyim, baru kalangan Al Muhajirin, baru Al Anshar dan diikuti oleh kaum muslimin lainnya. Selesai kaum lelaki menyalatkan beliau, baru anak-anak dan kaum wanita.


Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dikebumikan pada hari Selasa. Ada riwayat menyebutkan hari Rabu, di pagi hari di tempat dimana beliau wafat, yakni di kamar ‘Aisyah, berdasarkan hadits AtTirmidzi: 1018, dari Abu Bakar RA. Dan memang demikian riwayat mutawatir yang diriwayatkan secara aksiomatik, bahwa kuburan tersebut sekarang ini masuk dalam bagian masjid (Nabawi) Al Madinah.

Oleh : Ibnu Katsir
Setelah ini kami akan membahas beberapa hal penting yang tidak sempat dijelaskan pada kesempatan sebelumnya, in sya Allah .....


Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar