Selanjutnya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menghabiskan sisa bulan Dzulhijjah,
Muharram, dan Shafar. Baru kemudian beliau mulai sakit di rumah Maimunah, pada
hari kamis. Saat itu rasa sakit beliau rasakan di kepala beliau yang mulia.
Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai sering merasakan pusing-pusing. Meski
demikian, beliau tetap memberikan giliran kepada seluruh istrinya, sampai hal
itu sudah semakin berat beliau rasakan. Beliaupun meminta ijin kepada mereka
semua agar beliau dirawat di rumah ‘Aisyah RA. Mereka semua mengijinkan beliau
(Bukhari: 2588, Muslim: 418, 91). Beliau menderita sakit hingga 12 hari.
Ada
riwayat menyebutkan 14 hari. Abu Bakar Ash Shiddiq yang mengimami kaum muslimin
dengan perintah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (Bukhari: 687, Muslim: 418,
90), termasuk memberikan dispensasi kepada Abu Bakar untuk tidak ikut dalam
pasukan Usamah yang beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam persiapkan untuk berangkat
ke Syam, memerangi Romawi.
Saat
penyakit beliau sudah memuncak, kaum muslimin menanti-nanti untuk mengetahui
apa yang terjadi pada diri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga sempat shalat bermakmum kepada Abu Bakar
dalam keadaan duduk.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat pada waktu dhuha di hari Senin (Bukhari:
680, Muslim: 419) di bulan Rabiul Awwal. Namun yang populer adalah di tanggal
12 nya, ada yang menyatakan di awal bulan, ada juga pendapat: tanggal 2, dan
ada juga pendapat lain.
AsSuhaili
menyatakan (ada pendapat yang diklaim belum ada pendahulunya), bahwa tidak
mungkin beliau melakukan khutbah pada hari ke 9 Dzulhijjah kemudian wafat
beliau pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal sesudah itu, baik dengan catatan
seluruh bulan dihitung secara lengkap atau kurang, atau sebagian dihitung
sempurna dan sebagian lagi tidak.*
*Note: Kami mendapatkan korelasi antara hari
Jum’at dengan hari Senin bulan Rabiul Awwal. Kemungkinan, yang dimaksud bahwa
bila dihitung dengan kalender hijriyyah, saat itu bukanlah hari Senin. Namun
kenapa disebutkan: baik dengan catatan seluruh bulan dihitung secara lengkap
atau kurang, atau sebagian dihitung sempurna dan sebagian lagi tidak?
Ada jawaban
tepat, bahkan amat tepat sekali, Alhamdulillah. Penulis mencantumkannya secara
terpisah dengan berbagai jawaban lain, yaitu: itu terjadi karena adanya
perbedaan dalam melihat bulan sabit untuk bulan Dzulhijjah antara Mekkah dengan
Madinah. Para penduduk Mekkah sudah melihat bulan sabit satu hari sebelum
penduduk Madinah. Dengan demikian, lengkaplah pendapat yang masyhur, segala
puji bagi Allah dan segala karunia hanya daripada-Nya.
Usia beliau
saat wafat adalah 63 tahun, menurut pendapat yang benar. (Bukhari: 3536,
Muslim: 2348)
Para ulama
sejarah menyatakan: Demikian juga umur Abu Bakar, Umar, Ali, dan ‘Aisyah saat
meninggal dunia. Demikian disebutkan oleh Abu Zakariya An Nawawi dalam Tahdzib
nya dan dinyatakan shahih oleh beliau. Dan sebagiannya masih perlu diteliti
lagi. (Muslim: 2349)
Ada juga
riwayat yang menyebutkan bahwa umur beliau kala itu 60 tahun. (Bukhari: 4465)
Riwayat lain menyebutkan 65 (Muslim: 2353). Ketiga pendapat tersebut ada dalam
Shahih Bukhari, dari Ibnu Abbas RA.
Goncangan
semakin hebat dengan wafatnya Rasulullah, beban semakin berat dan persoalan
semakin sulit. Kaum muslimin betul-betul mengalami musibah karena wafatnya Nabi
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Umar bin
Khattab RA sampai tidak menerima kenyataan itu. Ia berkata: “Beliau belum
wafat. Ia akan kembali lagi seperti Musa dahulu akhirnya kembali kepada
kaumnya.” Kaum muslimin pun gempar.
Datanglah
Abu Bakar Ash Shiddiq, seorang Sahabat yang mendapatkan dukungan dan pembelaan
dari Nabi, dari semenjak dahulu hingga masa kemudian, lahir maupun batin. Beliaulah
yang berhasil menegakkan kebenaran, menyuarakan Al Haq secara terang-terangan,
lalu berkhutbah di hadapan kaum muslimin dan membaca firman Allah Ta’ala:
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad). Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 144)
Seakan-akan
kaum muslimin belum pernah mendengar ayat itu sebelumnya. Setiap muslim yang
ada saat itu, kontan langsung membacanya. (Bukhari: 4454)
Kemudian
kaum muslimin pergi ke Saqifah (bangsal) bani Saa’idah. Mereka bersepakat untuk
mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pimpinan. Namun Saad menolak tawaran itu
mentah-mentah. Lalu Abu Bakar menawarkan antara Umar bin Khattab atau Abu
Ubaidah bin Al Jarrah. Namun keduanya menolak, demikian juga kaum muslimin
lainnya. Dan memang Allah tidak menghendakinya. Maka kaum muslimin justru
membaiat Abu Bakar RA di sana. Lalu datanglah kaum muslimin berbondong-bondong
membaiat beliau secara umum di atas mimbar (Bukhari: 3667, 3668)
Kemudian
mereka baru mulai merawat jenazah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam,
memandikan beliau dengan tetap mengenakan gamisnya. (Abu Dawud: 3141, Ahmad VI:
267)
Yang
memprakarsai perawatan jenazah beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
pamannya sendiri, Al Abbas dan anaknya Qutsam dan Ali bin Abi Thalib serta
Usamah bin Zaid dan Syuqran, mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam yang membantu menyiramkan airnya. Aus bin Khaulai Al Anshari Al Badri
juga ikut membantunya. Semoga Allah meridhai mereka semua. Mereka mengafani
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tiga lapis kain ditambah kapas putih
halus, tanpa mengenakan gamisnya lagi, juga tidak mengenakan sorban. (Bukhari:
1264, Muslim: 941) Merekapun menyalati beliau secara estafet satu per satu,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dalam hal itu. Diriwayatkan oleh Al
Bazzar. Allahu A’lam, tentang keshahihan riwayat ini bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan yang demikian itu.
AsySyafi’i
menyatakan: Mereka menshalatkan jenazah beliau secara bergantian namun
berjama’ah, karena demikian besar pahala shalat tersebut mereka saling
berlomba-lomba agar seseorang mengimami shalat jenazah Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Al Hakim Abu
Ahmad menyatakan: “Yang pertama kali menyalati beliau adalah Abbas, paman
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian diikuti oleh Bani Hasyim,
baru kalangan Al Muhajirin, baru Al Anshar dan diikuti oleh kaum muslimin
lainnya. Selesai kaum lelaki menyalatkan beliau, baru anak-anak dan kaum
wanita.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
dikebumikan pada hari Selasa. Ada riwayat menyebutkan hari Rabu, di pagi hari
di tempat dimana beliau wafat, yakni di kamar ‘Aisyah, berdasarkan hadits
AtTirmidzi: 1018, dari Abu Bakar RA. Dan memang demikian riwayat mutawatir yang
diriwayatkan secara aksiomatik, bahwa kuburan tersebut sekarang ini masuk dalam
bagian masjid (Nabawi) Al Madinah.
Oleh : Ibnu Katsir
Setelah ini kami akan membahas beberapa hal penting yang tidak sempat dijelaskan pada kesempatan sebelumnya, in sya Allah .....
Sumber : Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar