Akan
disebutkan disini ringkasan dari kejadian perang Badar kedua, yaitu sebuah
kejadian luar biasa yang dengan kejadian itu Allah menciptakan pembeda antara
kebenaran dengan kebatilan, memuliakan Islam dan menghancurkan kekafiran dan
orang-orang kafir.
Kejadiannya,
saat datang bulan Ramadhan di tahun kedua. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam mendengar berita bahwa kafilah dagang Quraisy mengarah dari Syam,
dipimpin oleh Abu Sufyan Shakhr bin Harb dengan membawa 30 hingga 40 orang
Quraisy. Itu termasuk kafilah besar, membawa harta yang berlimpah milik kaum
Quraisy. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam segera berangkat keluar
bersama kaum muslimin untuk menemui kafilah tersebut. Beliau memerintahkan
setiap kaum muslimin yang hadir (Muslim: 1901) untuk ikut berangkat. Beliau
tidak berhasil mengumpulkan jumlah yang besar. Beliau hanya keluar dengan
membawa 300 sekian belas orang lelaki saja, yakni pada hari ke 8 bulan
Ramadhan. Di Madinah beliau meninggalkan Ibnu Ummi Maktum sebagai wakilnya dan
sekaligus imam shalat. Setelah mereka sampai di Rauhaa, beliau memulangkan Abu
Lubabah bin Badu Al Mundzir yang langsung menggantikan posisi Ibnu Ummi Maktum
di Madinah (Muslim: 388).
Kendaraan
yang mereka miliki hanya 2 ekor kuda milik Zubair dan 1 ekor kuda milik Miqdad
bin Al Aswad Al Kindi. Sementara unta yang ada hanya 70 ekor, sehingga dua, tiga orang atau lebih mengendarai 1 ekor unta. Rasulullah, bersama Ali dan Murtsid
bin Abi Martsad Al Ghanawi mengendarai seekor unta (Ahmad: I: 411). Sementara
Zaid bin Haritsah, Anasah, dan Abu Kabsyah, yakni para mantan budak Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam, juga mengendarai seekor unta. Abu Bakar, Umar, dan
Abdurrahman bin Auf juga mengendarai satu ekor unta lainnya. Demikian
seterusnya.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terus berjalan hingga mendekati AshShafra. Saat sampai di tempat itu,
beliau mengirimkan Basbas bin Amru Al Jahni, pemimpin Bani Saa’idah, dan Adiyy
bin Abi AzZaghbaa Al Jahni, pemimpin Bani AnNajjar sebagai utusan untuk
memata-matai kondisi kafilah (Muslim: 1901, Abu Dawud: 2618).
Adapun Abu
Sufyan, ternyata juga mendengar berita kedatangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam yang sedang menuju ke arahnya. Ia segera menyewa Dhamdham bin Amru Al
Ghifari untuk pergi menuju Mekkah guna meminta bala bantuan berupa pasukan
untuk menolong kafilahnya, yakni melindungi mereka dari Muhammad dan para
Sahabatnya.
Permintaan
bantuan itu sampai kepada para penduduk Mekkah. Merekapun bergegas dan
mempersiapkan diri keluar. Tak seorangpun lari dari para pembesar Quraisy yang
ketinggalan, kecuali Abu Lahab. Ia digantikan oleh seorang lelaki yang
berhutang kepadanya. Mereka juga mengumpulkan orang-orang dari berbagai suku di
sekitar kota Mekkah. Tidak ada satupun marga dari suku Quraisy yang tidak ikut,
kecuali Bani Adiyy, tak seorangpun dari kalangan Bani Adiyy yang ikut keluar
bersama mereka.
Dengan rasa
angkuh mereka semua keluar dari kampungnya sebagaimana yang difirmankan Allah
‘Azza wa Jalla :
“Dan janganlah kamu menjadi seperti
orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan
maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan
(ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan” (Al Anfal: 47)
Mereka
menghadapi Rasulullah dan para Sahabatnya dengan kemegahan dan kemarahan besar,
saat Rasul dan para sahabat ingin menyerang kafilah mereka. Padahal kemarin
baru saja mereka kehilangan ‘Amru bin Al Hadhramy beserta kafilahnya.
Akhirnya
Allah mempertemukan mereka bukan sebagaimana yang dirancang sebelumnya,
tentunya karena Allah menginginkan sebuah hikmah tertentu dalam hal itu, sebagaimana
dalam firmanNya:
“Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk
menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan
hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar
Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan.” (Al Anfaal: 42)
Saat
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar kedatangan Quraisy, beliau
bermusyawarah dengan para sahabatnya. Banyak dari kalangan Muhajirin yang
mengungkapkan pendapat mereka yang bagus. Kemudian beliau kembali mengajak
mereka bermusyawarah. Tujuan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
mendengar pendapat kaum Al Anshar. Saad bin Muadz RA langsung berkata: “Wahai
Rasulullah! Sepertinya engkau menghendaki kami. Demi Allah, wahai Rasulullah!
Kalau engkau menawarkan laut ini kepada kami, pastilah kami akan menyelaminya
bersamamu. Mari berangkat bersama kami wahai Rasulullah, dengan berkat Allah.”
Maka beliaupun bergembira karena ucapan tersebut. Beliau bersabda: “Berangkatlah dan terimalah kabar gembira. Karena
Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok tadi.”
(Muslim: 1779)
Kemudian
Rasulullah berangkat dan singgah di dekat Badar. Beliau mengendarai
tunggangannya bersama salah seorang sahabat beliau, untuk mencari berita, lalu
kembali lagi. Di sore harinya, beliau mengutus Ali, Saad, dan Zubair ke sumur
Badar untuk mencari berita. Mereka datang dengan membawa 2 orang budak Quraisy,
saat itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang shalat. Para sahabat
bertanya kepada mereka berdua: “Kalian budak milik siapa?” Mereka menjawab:
“Kami bertugas mencari air minum untuk suku Quraisy.” Para Sahabat Rasulullah
tidak menyukai jawaban itu. Mereka sebenarnya ingin kalau keduanya adalah milik
kafilah Abu Sufyan, karena kafilah itu dekat dengan mereka, agar mereka bisa
menang. Karena tugas itu lebih ringan dibandingkan dengan perang melawan
pasukan Quraisy, karena jumlah mereka besar, lebih kuat, dan lebih siap.
Merekapun memukul kedua budak tersebut. Saat keduanya dipukul, baru mereka
berkata: “Kami milik Abu Sufyan” Saat mereka berhenti memukul dan keduanya
kembali ditanya, jawabannya: “Kami milik Quraisy”.
Usai shalat,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Demi Zat yang jiwaku berada di tanganNya; kalian memukulnya saat
berkata jujur, tetapi membiarkannya saat berdusta?” (Muslim: 1779)
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam bertanya kepada kedua budak tersebut: Rasulullah :Beritahukan kepadaku, dimana
kaum Quraisy berada?
Kedua Budak :
Ada dibalik bukit ini.
Rasulullah :
Berapa jumlah mereka?
Kedua Budak :
Kami tidak tahu.
Rasulullah :
Berapa ekor hewan yang kalian sembelih setiap hari?
Kedua
Budak :
Terkadang 10 terkadang 9
Maka
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda: “Jumlah mereka antara 900
hingga 1000 orang”.
Adapun
Basbas bin Amru dan Adiyy bin Abi AzZaghbaa, keduanya berhasil sampai ke sumur
Badar. Mereka mendengar seorang budak wanita berkata kepada temannya: “Kenapa
engkau tidak membayar hutangmu kepadaku?” Wanita yang satu berkata: “Kafilah
itu akan datang besok atau lusa. Bekerjalah untuk mereka, nanti akan kubayar
hutangku.” Ucapannya dibenarkan oleh Majdi bin Amru.
Keduanya
segera pergi membawa berita yang mereka dengar. Tidak lama kemudian datanglah
Abu Sufyan. Abu Sufyan berkata kepada Majdi bin Amru: “Apakah engkau menyadari
kehadiran salah seorang sahabat Muhammad?” “Tidak.” Jawab Majdi. “Hanya ada 2
orang laki-laki yang tadi berhenti di puncak gunung itu.” Lanjutnya. Abu Sufyan
segera pergi ke tempat tersebut. Ia mengikuti jejak kedua orang itu, dan ia
mendapatkan biji kurma. Abu Sufyan berkata: “Demi Allah, tidak salah, ini
adalah makanan penduduk Yastrib (Madinah).” Ia segera membelokkan jalan
kafilahnya menuju pantai, dan diapun selamat. Ia mengirimkan utusan kepada
Quraisy untuk memberitahukan kepada mereka bahwa ia sudah selamat bersama
kafilahnya, dan menyuruh mereka untuk kembali.
Berita itu
sampai kepada Quraisy. Namun Abu Jahal menolaknya. Ia berkata: “Demi Allah,
kita tidak akan pulang sebelum sempat meminum air sumur Badar, tinggal selama 3
hari, meminum khamr (miras) dan mengenakan ikat kepala, sehingga kita akan
disegani oleh masyarakat Arab selama-lamanya.”
Akhnas bin
Syariq segera pulang membawa kaumnya seluruhnya yakni Bani Zuhrah. Ia berkata:
“Kalian keluar untuk melindungi kafilah mereka, dan kafilah mereka sudah
selamat.” Sehingga tak seorangpun dari Bani Zuhrah yang ikut perang Badar,
kecuali 2 orang paman Muslim bin Syihab bin Abdullah, orangtua dari AzZuhri.
Keduanya ikut perang dan mati dalam keadaan kafir.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendahului kaum Quraisy sampai ke sumur Badar.
Beliau turun ke sumber air paling bawah. Al Hubab bin Amru bertanya: “Apakah
ini posisi yang diperintahkan oleh Allah kepadamu wahai Rasulullah, atau yang
engkau pilih sendiri untuk perang tipu daya?” Beliau menjawab: “Ini posisi yang
ku pilih untuk perang dan sebagai tipu daya”. Ia berkata: “Ini bukan posisi
yang tepat. Mari pergi bersama kami. Kita akan menuju sumber air terbawah dan
kita kuasai. Kita tutup seluruh sumber air dibelakangnya, lalu kita buat kolam
dan kita isi dengan air, sehingga kita bisa minum dan mereka tidak.” Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakui itu sebagai pendapat yang baik.
Allah juga
menghalangi kaum Quraisy untuk mendapatkan air tersebut dengan menurunkan hujan
lebat sekali sehingga menjadi malapetaka bagi orang-orang kafir dan menjadi
karunia bagi kaum muslimin. Allah menghamparkan bumi ini dan menganugerahkannya
kepada kaum muslimin. Bahkan kaum muslimin sempat membuatkan singgasana untuk
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (Bukhari: 4877)
Beliau
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berjalan ke tempat pertempuran, lalu
memperlihatkan kepada kaum muslimin tempat-tempat kematian tokoh-tokoh kaum
yang ada satu per satu. Beliau bersabda: “Ini
adalah tempat kematian si Fulan kelak, in sya Allah, dan ini adalah tempat
kematian si Fulan, sementara yang ini adalah tempat kematian si Fulan.”
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Demi Zat
yang telah mengutus Rasulullah dengan kebenaran, tak ada seorangpun yang keliru
tempat kematiannya seperti yang disebutkan oleh Rasulullaah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam.” (Muslim: 1778)
Pada malam
itu, Rasulullah shalat menghadap ke arah sebatang pohon. Saat itu adalah malam
Jum’at, tanggal 17 Ramadhan. Di pagi harinya, tatkala orang-orang Quraisy sudah
datang dengan membawa bala tentaranya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Ya Allah, ini kaum Quraisy sudah datang
dengan segala kebanggaan dan kesombongannya, untuk menentang Engkau dan Rasul
Mu !!”
Sebenarnya
Hakim bin Hizaam dan Utbah bin Rabi’ah berkeinginan untuk pulang saja membawa
kaum Quraisy sehingga tidak akan terjadi pertempuran. Akan tetapi Abu Jahal
menolaknya. Hakim dan Utbah terlibat perang mulut. Akhirnya Abu Jahal
memerintahkan saudara dari Amru bin Al Hadhrami untuk menuntut darah saudaranya
sendiri yakni Amru. Ia segera menyingsingkan kain bajunya sambil berteriak:
“Amru, Amru! Kaum Quraisy pun gempar dan perangpun langsung berkecamuk.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam segera mengatur barisan, kemudian kembali ke
singgasananya bersama Abu Bakar saja. Saad bin Muadz beserta beberapa orang
Anshar segera datang ke pintu kemah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk
melindungi beliau.
Utbah dan
Syaibah, keduanya anak dari Rabi’ah juga bersama Walid bin Utbah ketiganya
menantang perang tanding satu lawan satu. Dari kalangan Anshar keluar 3 orang:
Auf dan Muaqqidz, keduanya anak dari Afra, dan Abdullah bin Rawahah. Ketiga
orang Quraisy itu bertanya: “Siapa kalian?” Mereka menjawab: “Kami dari
kalangan Anshar.” Orang-orang Quraisy itu menukas: “Kalian memang tandingan
yang setara, akan tetapi kami menginginkan anak-anak paman kami sendiri.” Maka
keluarlah Ali, Ubaidah bin Al Harits, dan Hamzah. Ali berhasil membunuh Al
Walid. Hamzah berhasil membunuh Utbah (ada riwayat menyebutkan Syaibah, bukan
Utbah). Ubaidah dan lawannya yang sudah sama-sama tua terlibat pergulatan,
masing-masing dengan susah payah berusaha mengalahkan lawannya. Ali dan Hamzah
berfikir lebih baik mereka ikut dalam kancah pertandingan dan menyelesaikannya.
Mereka menggotong Ubaidah yang sudah terpotong kakinya. Ia berusaha bertahan
hingga akhirnya wafat di AshShafra
–Semoga Allah memberikan rahmat kepadanya dan meridhainya- (Abu Dawud: 2665,
Ahmad: I : 118)
Dalam AshShahih diriwayatkan bahwa Ali RA
menafsirkan firman Allah Ta’ala berikut:
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan
kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka…” (Al
Hajj: 19)
Ayat itu
diturunkan berkaitan dengan perang tanding mereka pada perang Badar (Bukhari:
3965, 3967, 4744)
Tidak
diragukan lagi bahwa ayat tersebut dalam surat Al Hajj yang merupakan surat
Makiyyah, sementara perang Badar terjadi sesudah itu. Hanya saja kisah
pertandingan mereka memang merupakan kisah yang paling layak masuk dalam
pengertian ayat ini.
Suasana
semakin memanas dan peperangan pun berkecamuk, kemenanganpun datang. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdo’a dengan sungguh-sungguh dan memohon kepada
Allah dengan penuh harapan, sampai-sampai kain sorban beliau terjatuh dari pundaknya.
Abu Bakar langsung memperbaiki letak sorban tersebut sambil berkata: “Wahai
Rasulullah! Berhentilah memohon kepada Allah, karena Allah pasti akan memenuhi
janjiNya kepadamu.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan
do’anya: “Ya Allah! Kalau engkau membinasakan sekelompok kaum muslimin yang ada
ini, Engkau tidak akan diibadahi lagi di muka bumi ini.” (Muslim: 1763,
Bukhari: 2915). Doa itu termuat dalam firman Allah:
“..(Ingatlah), ketika kamu memohon
pertolongan kepada Rabb mu, lalu diperkenankanNya bagimu: “Sesungguhnya Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut.” (Al Anfaal: 9)
Kemudian
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menundukkan kepalanya sejenak, lalu
mengangkat kembali tangannya sambil berkata: “Berbahagialah Abu Bakar! Itu Jibril sudah datang di antara deretan
awan..”
Saat itu
setan juga menampakkan dirinya dihadapan orang-orang Quraisy dalam wujud
Suraqah bin Malik bin Ja’syam, pemimpin Madlaj, berjanji melindungi mereka. Ia memberikan
kepada mereka halusinasi seolah-olah mereka berhasil mencapai apa yang mereka
inginkan. Karena mereka amat khawatir Bani Madlaj akan menggantikan posisi
mereka, merebut harta dan keluarga mereka. Itu yang tercantum dalam firman
Allah:
“Dan ketika syaitan menjadikan mereka
memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusia yang
dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah
pelindungmu Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan),
syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri
daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak
dapat melihat..” (Al Anfaal: 48)
Maksudnya,
setan melihat para malaikat saat mereka turun ke medan pertempuran. Karena
melihat lawan yang tidak seimbang, setan pun kabur dan melarikan diri. Akhirnya
para malaikat ikut memerangi orang-orang kafir sesuai dengan perintah Allah.
Ada seorang muslim yang menantang orang kafir untuk melawannya, tiba-tiba
lawannya tersebut sudah terjatuh di hadapannya.
Allah
menganugerahkan kepada kaum muslimin yang menawan kaum musyrikin. Orang pertama
yang melarikan diri dari kalangan mereka adalah Khalid bin Al A’lam, namun
berhasil dikejar dan ditangkap kembali. Kaum muslimin mengikuti jejak mereka
dan berhasil membunuh dan menawan sebagian mereka. Di antara kaum kafir yang
terbunuh ada 70 orang dan tertawan 70 orang. Kaum muslimin juga berhasil
mendapatkan harta rampasan perang dari mereka.
Di antara
mereka yang terbunuh dari kalangan kafir adalah yang sudah disebutkan tempat
kematiannya oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu Abu Jahal yakni
Abul Hakam Amru bin Hisyam-semoga Allah melaknatnya- yang dibunuh oleh Muadz
bin Amru bin Al Jumuuh dan Mu’awwidz bin Afraa, lalu diselesaikan oleh Abdullah
bin Mas’ud (Bukhari: 3963, Muslim: 1800). Lalu Utbah dan Syaibah, keduanya
adalah anak Rabi’ah, Al Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar mereka diseret menuju lubang
sumur. Pada suatu malam, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di
hadapan lubang tersebut, menegur, dan berbicara dengan mereka: “Kalian adalah
orang-orang yang paling jahat yang bergaul dengan Nabi! Aku menjadi Nabi
kalian, tetapi kalian justru tidak beriman kepadaku, sementara orang-orang lain
justru beriman kepada ku; kalian menghinaku, sementara orang-orang lain membela
ku; kalian mengusirku, sementara orang-orang lain justru memberi tempat
kepadaku.”
Kemudian
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tinggal di Arshah selama 3 hari.
Baru
kemudian beliau pergi membawa para tawanan dan harta rampasan perang. Beliau
menugaskan Abdullah bin Ka’ab bin Amru AnNajjari untuk menjaganya. Berkaitan
dengan perang Badar itulah Allah menurunkan surat Al Anfaal.
Saat
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba di AshShafraa, beliau membagi-bagikan
harta rampasan perang tersebut sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah.
Beliau juga memerintahkan agar AnNadhr bin Al Harits dipenggal kepalanya,
karena sudah banyak kerusakan yang dilakukannya dan sudah terlalu banyak
mengganggu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia ditangisi oleh saudara
perempuannya. Ada juga yang menyebutkan: oleh anak perempuannya yang bernama
Qutailah, yakni dalam sebuah qashidah yang termahsyur, disebutkan oleh Ibnu
Hisyam. Saat qashidah itu terdengar oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam, beliau bersabda: “Seandainya qashidah itu terdengar olehku sebelumnya,
tentu aku tidak jadi membunuhnya.”
Saat beliau
singgah di Irq AdzDzubyah, beliau
juga memerintahkan agar Uqbah bin Abi Mu’aith dipenggal kepalanya.
Kemudian
Rasulullah mengajak bermusyawarah para sahabatnya mengenai para tawanan; apa
yang harus diperbuat kepada mereka? Umar mengajukan agar mereka dibunuh saja.
Sementara Abu Bakar berpendapat lebih baik mereka dimintai uang tebusan saja.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih cenderung kepada pendapat Abu
Bakar. Namun akhirnya Allah memberikan penyelesaiannya.
Allah amat
mengecam secara halus pendapat beliau:
“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai
tawanan sebelum ia melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta
benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Anfaal: 67)
Diriwayatkan
oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Ibnu Abbas, sebuah hadits panjang yang
menjelaskan semua kejadian itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat
itu menuntut uang tebusan untuk masing-masing orang 400 dinar (Muslim: 1763)
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pulang ke kota Madinah dengan membawa kemenangan
yang gilang gemilang. Allah telah meninggikan kalimatNya, memberi kekuatan
kepada beliau, memuliakan, dan memberikan kemenangan pada beliau. Pada saat
itu, banyak orang yang masuk Islam dari kalangan penduduk Madinah. Pada saat
itu juga Abdullah bin Ubayy bin Salul beserta rombongannya masuk Islam sekedar
untuk menyelamatkan diri mereka.
Jumlah Kaum Muslimin yang Ikut Perang Badar
Dari
kalangan muslimin berjumlah 30 sekian belas orang lelaki. Dari kalangan
Muhajirin 86 orang, suku Al Aus 61 orang, dan suku Al Khazraj 170 orang.
Jumlah suku
Al Aus lebih sedikit dari jumlah orang-orang Al Khazraj, namun mereka memiliki
kekuatan dan keuletan yang lebih saat pertempuran, karena rumah-rumah mereka
terletak di daerah-daerah tinggi kota Madinah. Saat mereka diperintahkan keluar,
kaum Khazraj lebih mudah melaksanakannya karena perkampungan mereka dekat satu
dengan yang lainnya.
Para Imam
Ahli Sejarah banyak berbeda pendapat tentang perang Badar, tentang jumlah kaum
muslimin dan tentang nama-nama mereka. Imam AzZuhri, Musa bin ‘Uqbah, Muhammad
bin Ishaq bin Yasaar, Muhammad bin Umar Al Waqidi, Said bin Yahya bin Sa’id Al
Umawi menyebutkan dalam kitab-kitab tarikh mereka. Demikian juga Imam Bukhari
dan banyak kalangan ulama AsSalaf lainnya.
Ibnu Hazm
telah menyebutkan mereka secara terperinci dalam kita AsSirah. Ia berkeyakinan bahwa delapan diantara para pengikut
perang Badar tidak hadir langsung di peperangan tersebut, namun hanya nama
mereka saja yang dimasukkan ke dalam barisan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam. Diantara mereka adalah Utsman, Thalhah, dan Said bin Zaid.
Di antara
kalangan Mutaakhirin yang amat memperhatikan persoalan tersebut adalah Syaikh
Al Imam Al Hafizh Dhiyaauddin, Abu Abdillah, Muhammad bin Abdul Waahid Al
Maqdisi rahimahullaah, sehingga ia sempat membuat bab khusus persoalan tersebut
dan mencantumkannya dalam kitab Al Ahkam
yang ditulisnya.
Adapun kaum
musyrikin, jumlah mereka sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam, antara 900 hingga 1000 orang.
Pada
pertempuran itu, dari kalangan muslimin terbunuh 14 orang laki-laki; enam dari
Muhajirin, enam dari Khazraj, dan dua orang lain dari Aus.
Yang pertama
kali terbunuh pada hari itu adalah Mihja’, mantan budak Umar bin Khattab. Ada
riwayat yang menyebutkan seorang lelaki dari Anshar, namanya Haritsah bin
Suraaqah.
Dari
kalangan musyrikin, terbunuh 70 orang. Ada yang mengatakan lebih sedikit dari
itu. Yang tertawan juga 70 orang (Bukhari: 3986)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam baru
bisa menyelesaikan urusan perang Badar dan tawanan itu pada bulan Syawwal.
oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....
Sumber : Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar