Rabu, 11 November 2015

(16/48) Perang Badar Al Kubra | Sejarah Nabi Muhammad


Akan disebutkan disini ringkasan dari kejadian perang Badar kedua, yaitu sebuah kejadian luar biasa yang dengan kejadian itu Allah menciptakan pembeda antara kebenaran dengan kebatilan, memuliakan Islam dan menghancurkan kekafiran dan orang-orang kafir.


Kejadiannya, saat datang bulan Ramadhan di tahun kedua. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar berita bahwa kafilah dagang Quraisy mengarah dari Syam, dipimpin oleh Abu Sufyan Shakhr bin Harb dengan membawa 30 hingga 40 orang Quraisy. Itu termasuk kafilah besar, membawa harta yang berlimpah milik kaum Quraisy. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam segera berangkat keluar bersama kaum muslimin untuk menemui kafilah tersebut. Beliau memerintahkan setiap kaum muslimin yang hadir (Muslim: 1901) untuk ikut berangkat. Beliau tidak berhasil mengumpulkan jumlah yang besar. Beliau hanya keluar dengan membawa 300 sekian belas orang lelaki saja, yakni pada hari ke 8 bulan Ramadhan. Di Madinah beliau meninggalkan Ibnu Ummi Maktum sebagai wakilnya dan sekaligus imam shalat. Setelah mereka sampai di Rauhaa, beliau memulangkan Abu Lubabah bin Badu Al Mundzir yang langsung menggantikan posisi Ibnu Ummi Maktum di Madinah (Muslim: 388).

Kendaraan yang mereka miliki hanya 2 ekor kuda milik Zubair dan 1 ekor kuda milik Miqdad bin Al Aswad Al Kindi. Sementara unta yang ada hanya 70 ekor, sehingga dua, tiga orang atau lebih mengendarai 1 ekor unta. Rasulullah, bersama Ali dan Murtsid bin Abi Martsad Al Ghanawi mengendarai seekor unta (Ahmad: I: 411). Sementara Zaid bin Haritsah, Anasah, dan Abu Kabsyah, yakni para mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, juga mengendarai seekor unta. Abu Bakar, Umar, dan Abdurrahman bin Auf juga mengendarai satu ekor unta lainnya. Demikian seterusnya.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terus berjalan hingga mendekati AshShafra. Saat sampai di tempat itu, beliau mengirimkan Basbas bin Amru Al Jahni, pemimpin Bani Saa’idah, dan Adiyy bin Abi AzZaghbaa Al Jahni, pemimpin Bani AnNajjar sebagai utusan untuk memata-matai kondisi kafilah (Muslim: 1901, Abu Dawud: 2618).

Adapun Abu Sufyan, ternyata juga mendengar berita kedatangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang menuju ke arahnya. Ia segera menyewa Dhamdham bin Amru Al Ghifari untuk pergi menuju Mekkah guna meminta bala bantuan berupa pasukan untuk menolong kafilahnya, yakni melindungi mereka dari Muhammad dan para Sahabatnya.

Permintaan bantuan itu sampai kepada para penduduk Mekkah. Merekapun bergegas dan mempersiapkan diri keluar. Tak seorangpun lari dari para pembesar Quraisy yang ketinggalan, kecuali Abu Lahab. Ia digantikan oleh seorang lelaki yang berhutang kepadanya. Mereka juga mengumpulkan orang-orang dari berbagai suku di sekitar kota Mekkah. Tidak ada satupun marga dari suku Quraisy yang tidak ikut, kecuali Bani Adiyy, tak seorangpun dari kalangan Bani Adiyy yang ikut keluar bersama mereka.

Dengan rasa angkuh mereka semua keluar dari kampungnya sebagaimana yang difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla :
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan” (Al Anfal: 47)

Mereka menghadapi Rasulullah dan para Sahabatnya dengan kemegahan dan kemarahan besar, saat Rasul dan para sahabat ingin menyerang kafilah mereka. Padahal kemarin baru saja mereka kehilangan ‘Amru bin Al Hadhramy beserta kafilahnya.

Akhirnya Allah mempertemukan mereka bukan sebagaimana yang dirancang sebelumnya, tentunya karena Allah menginginkan sebuah hikmah tertentu dalam hal itu, sebagaimana dalam firmanNya:
Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan.” (Al Anfaal: 42)

Saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar kedatangan Quraisy, beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya. Banyak dari kalangan Muhajirin yang mengungkapkan pendapat mereka yang bagus. Kemudian beliau kembali mengajak mereka bermusyawarah. Tujuan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah mendengar pendapat kaum Al Anshar. Saad bin Muadz RA langsung berkata: “Wahai Rasulullah! Sepertinya engkau menghendaki kami. Demi Allah, wahai Rasulullah! Kalau engkau menawarkan laut ini kepada kami, pastilah kami akan menyelaminya bersamamu. Mari berangkat bersama kami wahai Rasulullah, dengan berkat Allah.” Maka beliaupun bergembira karena ucapan tersebut. Beliau bersabda: “Berangkatlah dan terimalah kabar gembira. Karena Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok tadi.” (Muslim: 1779)

Kemudian Rasulullah berangkat dan singgah di dekat Badar. Beliau mengendarai tunggangannya bersama salah seorang sahabat beliau, untuk mencari berita, lalu kembali lagi. Di sore harinya, beliau mengutus Ali, Saad, dan Zubair ke sumur Badar untuk mencari berita. Mereka datang dengan membawa 2 orang budak Quraisy, saat itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang shalat. Para sahabat bertanya kepada mereka berdua: “Kalian budak milik siapa?” Mereka menjawab: “Kami bertugas mencari air minum untuk suku Quraisy.” Para Sahabat Rasulullah tidak menyukai jawaban itu. Mereka sebenarnya ingin kalau keduanya adalah milik kafilah Abu Sufyan, karena kafilah itu dekat dengan mereka, agar mereka bisa menang. Karena tugas itu lebih ringan dibandingkan dengan perang melawan pasukan Quraisy, karena jumlah mereka besar, lebih kuat, dan lebih siap. Merekapun memukul kedua budak tersebut. Saat keduanya dipukul, baru mereka berkata: “Kami milik Abu Sufyan” Saat mereka berhenti memukul dan keduanya kembali ditanya, jawabannya: “Kami milik Quraisy”.

Usai shalat, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Demi Zat yang jiwaku berada di tanganNya; kalian memukulnya saat berkata jujur, tetapi membiarkannya saat berdusta?” (Muslim: 1779)

Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada kedua budak tersebut: Rasulullah          :Beritahukan kepadaku, dimana kaum Quraisy berada?
Kedua Budak     : Ada dibalik bukit ini.
Rasulullah          : Berapa jumlah mereka?
Kedua Budak     : Kami tidak tahu.
Rasulullah          : Berapa ekor hewan yang kalian sembelih setiap hari?
Kedua Budak     : Terkadang 10 terkadang 9
Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda: “Jumlah mereka antara 900 hingga 1000 orang”.

Adapun Basbas bin Amru dan Adiyy bin Abi AzZaghbaa, keduanya berhasil sampai ke sumur Badar. Mereka mendengar seorang budak wanita berkata kepada temannya: “Kenapa engkau tidak membayar hutangmu kepadaku?” Wanita yang satu berkata: “Kafilah itu akan datang besok atau lusa. Bekerjalah untuk mereka, nanti akan kubayar hutangku.” Ucapannya dibenarkan oleh Majdi bin Amru.

Keduanya segera pergi membawa berita yang mereka dengar. Tidak lama kemudian datanglah Abu Sufyan. Abu Sufyan berkata kepada Majdi bin Amru: “Apakah engkau menyadari kehadiran salah seorang sahabat Muhammad?” “Tidak.” Jawab Majdi. “Hanya ada 2 orang laki-laki yang tadi berhenti di puncak gunung itu.” Lanjutnya. Abu Sufyan segera pergi ke tempat tersebut. Ia mengikuti jejak kedua orang itu, dan ia mendapatkan biji kurma. Abu Sufyan berkata: “Demi Allah, tidak salah, ini adalah makanan penduduk Yastrib (Madinah).” Ia segera membelokkan jalan kafilahnya menuju pantai, dan diapun selamat. Ia mengirimkan utusan kepada Quraisy untuk memberitahukan kepada mereka bahwa ia sudah selamat bersama kafilahnya, dan menyuruh mereka untuk kembali.

Berita itu sampai kepada Quraisy. Namun Abu Jahal menolaknya. Ia berkata: “Demi Allah, kita tidak akan pulang sebelum sempat meminum air sumur Badar, tinggal selama 3 hari, meminum khamr (miras) dan mengenakan ikat kepala, sehingga kita akan disegani oleh masyarakat Arab selama-lamanya.”

Akhnas bin Syariq segera pulang membawa kaumnya seluruhnya yakni Bani Zuhrah. Ia berkata: “Kalian keluar untuk melindungi kafilah mereka, dan kafilah mereka sudah selamat.” Sehingga tak seorangpun dari Bani Zuhrah yang ikut perang Badar, kecuali 2 orang paman Muslim bin Syihab bin Abdullah, orangtua dari AzZuhri. Keduanya ikut perang dan mati dalam keadaan kafir.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendahului kaum Quraisy sampai ke sumur Badar. Beliau turun ke sumber air paling bawah. Al Hubab bin Amru bertanya: “Apakah ini posisi yang diperintahkan oleh Allah kepadamu wahai Rasulullah, atau yang engkau pilih sendiri untuk perang tipu daya?” Beliau menjawab: “Ini posisi yang ku pilih untuk perang dan sebagai tipu daya”. Ia berkata: “Ini bukan posisi yang tepat. Mari pergi bersama kami. Kita akan menuju sumber air terbawah dan kita kuasai. Kita tutup seluruh sumber air dibelakangnya, lalu kita buat kolam dan kita isi dengan air, sehingga kita bisa minum dan mereka tidak.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakui itu sebagai pendapat yang baik.

Allah juga menghalangi kaum Quraisy untuk mendapatkan air tersebut dengan menurunkan hujan lebat sekali sehingga menjadi malapetaka bagi orang-orang kafir dan menjadi karunia bagi kaum muslimin. Allah menghamparkan bumi ini dan menganugerahkannya kepada kaum muslimin. Bahkan kaum muslimin sempat membuatkan singgasana untuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam (Bukhari: 4877)

Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berjalan ke tempat pertempuran, lalu memperlihatkan kepada kaum muslimin tempat-tempat kematian tokoh-tokoh kaum yang ada satu per satu. Beliau bersabda: “Ini adalah tempat kematian si Fulan kelak, in sya Allah, dan ini adalah tempat kematian si Fulan, sementara yang ini adalah tempat kematian si Fulan.” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Demi Zat yang telah mengutus Rasulullah dengan kebenaran, tak ada seorangpun yang keliru tempat kematiannya seperti yang disebutkan oleh Rasulullaah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Muslim: 1778)

Pada malam itu, Rasulullah shalat menghadap ke arah sebatang pohon. Saat itu adalah malam Jum’at, tanggal 17 Ramadhan. Di pagi harinya, tatkala orang-orang Quraisy sudah datang dengan membawa bala tentaranya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Ya Allah, ini kaum Quraisy sudah datang dengan segala kebanggaan dan kesombongannya, untuk menentang Engkau dan Rasul Mu !!”

Sebenarnya Hakim bin Hizaam dan Utbah bin Rabi’ah berkeinginan untuk pulang saja membawa kaum Quraisy sehingga tidak akan terjadi pertempuran. Akan tetapi Abu Jahal menolaknya. Hakim dan Utbah terlibat perang mulut. Akhirnya Abu Jahal memerintahkan saudara dari Amru bin Al Hadhrami untuk menuntut darah saudaranya sendiri yakni Amru. Ia segera menyingsingkan kain bajunya sambil berteriak: “Amru, Amru! Kaum Quraisy pun gempar dan perangpun langsung berkecamuk.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam segera mengatur barisan, kemudian kembali ke singgasananya bersama Abu Bakar saja. Saad bin Muadz beserta beberapa orang Anshar segera datang ke pintu kemah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk melindungi beliau.

Utbah dan Syaibah, keduanya anak dari Rabi’ah juga bersama Walid bin Utbah ketiganya menantang perang tanding satu lawan satu. Dari kalangan Anshar keluar 3 orang: Auf dan Muaqqidz, keduanya anak dari Afra, dan Abdullah bin Rawahah. Ketiga orang Quraisy itu bertanya: “Siapa kalian?” Mereka menjawab: “Kami dari kalangan Anshar.” Orang-orang Quraisy itu menukas: “Kalian memang tandingan yang setara, akan tetapi kami menginginkan anak-anak paman kami sendiri.” Maka keluarlah Ali, Ubaidah bin Al Harits, dan Hamzah. Ali berhasil membunuh Al Walid. Hamzah berhasil membunuh Utbah (ada riwayat menyebutkan Syaibah, bukan Utbah). Ubaidah dan lawannya yang sudah sama-sama tua terlibat pergulatan, masing-masing dengan susah payah berusaha mengalahkan lawannya. Ali dan Hamzah berfikir lebih baik mereka ikut dalam kancah pertandingan dan menyelesaikannya. Mereka menggotong Ubaidah yang sudah terpotong kakinya. Ia berusaha bertahan hingga akhirnya wafat di AshShafra –Semoga Allah memberikan rahmat kepadanya dan meridhainya- (Abu Dawud: 2665, Ahmad: I : 118)

Dalam AshShahih diriwayatkan bahwa Ali RA menafsirkan firman Allah Ta’ala berikut:
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka…” (Al Hajj: 19)

Ayat itu diturunkan berkaitan dengan perang tanding mereka pada perang Badar (Bukhari: 3965, 3967, 4744)

Tidak diragukan lagi bahwa ayat tersebut dalam surat Al Hajj yang merupakan surat Makiyyah, sementara perang Badar terjadi sesudah itu. Hanya saja kisah pertandingan mereka memang merupakan kisah yang paling layak masuk dalam pengertian ayat ini.

Suasana semakin memanas dan peperangan pun berkecamuk, kemenanganpun datang. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdo’a dengan sungguh-sungguh dan memohon kepada Allah dengan penuh harapan, sampai-sampai kain sorban beliau terjatuh dari pundaknya. Abu Bakar langsung memperbaiki letak sorban tersebut sambil berkata: “Wahai Rasulullah! Berhentilah memohon kepada Allah, karena Allah pasti akan memenuhi janjiNya kepadamu.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan do’anya: “Ya Allah! Kalau engkau membinasakan sekelompok kaum muslimin yang ada ini, Engkau tidak akan diibadahi lagi di muka bumi ini.” (Muslim: 1763, Bukhari: 2915). Doa itu termuat dalam firman Allah:
..(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb mu, lalu diperkenankanNya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (Al Anfaal: 9)

Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menundukkan kepalanya sejenak, lalu mengangkat kembali tangannya sambil berkata: “Berbahagialah Abu Bakar! Itu Jibril sudah datang di antara deretan awan..

Saat itu setan juga menampakkan dirinya dihadapan orang-orang Quraisy dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ja’syam, pemimpin Madlaj, berjanji melindungi mereka. Ia memberikan kepada mereka halusinasi seolah-olah mereka berhasil mencapai apa yang mereka inginkan. Karena mereka amat khawatir Bani Madlaj akan menggantikan posisi mereka, merebut harta dan keluarga mereka. Itu yang tercantum dalam firman Allah:
Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusia yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat..” (Al Anfaal: 48)

Maksudnya, setan melihat para malaikat saat mereka turun ke medan pertempuran. Karena melihat lawan yang tidak seimbang, setan pun kabur dan melarikan diri. Akhirnya para malaikat ikut memerangi orang-orang kafir sesuai dengan perintah Allah. Ada seorang muslim yang menantang orang kafir untuk melawannya, tiba-tiba lawannya tersebut sudah terjatuh di hadapannya.

Allah menganugerahkan kepada kaum muslimin yang menawan kaum musyrikin. Orang pertama yang melarikan diri dari kalangan mereka adalah Khalid bin Al A’lam, namun berhasil dikejar dan ditangkap kembali. Kaum muslimin mengikuti jejak mereka dan berhasil membunuh dan menawan sebagian mereka. Di antara kaum kafir yang terbunuh ada 70 orang dan tertawan 70 orang. Kaum muslimin juga berhasil mendapatkan harta rampasan perang dari mereka.

Di antara mereka yang terbunuh dari kalangan kafir adalah yang sudah disebutkan tempat kematiannya oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu Abu Jahal yakni Abul Hakam Amru bin Hisyam-semoga Allah melaknatnya- yang dibunuh oleh Muadz bin Amru bin Al Jumuuh dan Mu’awwidz bin Afraa, lalu diselesaikan oleh Abdullah bin Mas’ud (Bukhari: 3963, Muslim: 1800). Lalu Utbah dan Syaibah, keduanya adalah anak Rabi’ah, Al Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar mereka diseret menuju lubang sumur. Pada suatu malam, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di hadapan lubang tersebut, menegur, dan berbicara dengan mereka: “Kalian adalah orang-orang yang paling jahat yang bergaul dengan Nabi! Aku menjadi Nabi kalian, tetapi kalian justru tidak beriman kepadaku, sementara orang-orang lain justru beriman kepada ku; kalian menghinaku, sementara orang-orang lain membela ku; kalian mengusirku, sementara orang-orang lain justru memberi tempat kepadaku.”

Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tinggal di Arshah selama 3 hari.

Baru kemudian beliau pergi membawa para tawanan dan harta rampasan perang. Beliau menugaskan Abdullah bin Ka’ab bin Amru AnNajjari untuk menjaganya. Berkaitan dengan perang Badar itulah Allah menurunkan surat Al Anfaal.

Saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba di AshShafraa, beliau membagi-bagikan harta rampasan perang tersebut sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Beliau juga memerintahkan agar AnNadhr bin Al Harits dipenggal kepalanya, karena sudah banyak kerusakan yang dilakukannya dan sudah terlalu banyak mengganggu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia ditangisi oleh saudara perempuannya. Ada juga yang menyebutkan: oleh anak perempuannya yang bernama Qutailah, yakni dalam sebuah qashidah yang termahsyur, disebutkan oleh Ibnu Hisyam. Saat qashidah itu terdengar oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Seandainya qashidah itu terdengar olehku sebelumnya, tentu aku tidak jadi membunuhnya.”

Saat beliau singgah di Irq AdzDzubyah, beliau juga memerintahkan agar Uqbah bin Abi Mu’aith dipenggal kepalanya.

Kemudian Rasulullah mengajak bermusyawarah para sahabatnya mengenai para tawanan; apa yang harus diperbuat kepada mereka? Umar mengajukan agar mereka dibunuh saja. Sementara Abu Bakar berpendapat lebih baik mereka dimintai uang tebusan saja. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Namun akhirnya Allah memberikan penyelesaiannya.

Allah amat mengecam secara halus pendapat beliau:
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Anfaal: 67)

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Ibnu Abbas, sebuah hadits panjang yang menjelaskan semua kejadian itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat itu menuntut uang tebusan untuk masing-masing orang 400 dinar (Muslim: 1763)


Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pulang ke kota Madinah dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang. Allah telah meninggikan kalimatNya, memberi kekuatan kepada beliau, memuliakan, dan memberikan kemenangan pada beliau. Pada saat itu, banyak orang yang masuk Islam dari kalangan penduduk Madinah. Pada saat itu juga Abdullah bin Ubayy bin Salul beserta rombongannya masuk Islam sekedar untuk menyelamatkan diri mereka.


Jumlah Kaum Muslimin yang Ikut Perang Badar

Dari kalangan muslimin berjumlah 30 sekian belas orang lelaki. Dari kalangan Muhajirin 86 orang, suku Al Aus 61 orang, dan suku Al Khazraj 170 orang.

Jumlah suku Al Aus lebih sedikit dari jumlah orang-orang Al Khazraj, namun mereka memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih saat pertempuran, karena rumah-rumah mereka terletak di daerah-daerah tinggi kota Madinah. Saat mereka diperintahkan keluar, kaum Khazraj lebih mudah melaksanakannya karena perkampungan mereka dekat satu dengan yang lainnya.

Para Imam Ahli Sejarah banyak berbeda pendapat tentang perang Badar, tentang jumlah kaum muslimin dan tentang nama-nama mereka. Imam AzZuhri, Musa bin ‘Uqbah, Muhammad bin Ishaq bin Yasaar, Muhammad bin Umar Al Waqidi, Said bin Yahya bin Sa’id Al Umawi menyebutkan dalam kitab-kitab tarikh mereka. Demikian juga Imam Bukhari dan banyak kalangan ulama AsSalaf lainnya.

Ibnu Hazm telah menyebutkan mereka secara terperinci dalam kita AsSirah. Ia berkeyakinan bahwa delapan diantara para pengikut perang Badar tidak hadir langsung di peperangan tersebut, namun hanya nama mereka saja yang dimasukkan ke dalam barisan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Diantara mereka adalah Utsman, Thalhah, dan Said bin Zaid.

Di antara kalangan Mutaakhirin yang amat memperhatikan persoalan tersebut adalah Syaikh Al Imam Al Hafizh Dhiyaauddin, Abu Abdillah, Muhammad bin Abdul Waahid Al Maqdisi rahimahullaah, sehingga ia sempat membuat bab khusus persoalan tersebut dan mencantumkannya dalam kitab Al Ahkam yang ditulisnya.

Adapun kaum musyrikin, jumlah mereka sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, antara 900 hingga 1000 orang.

Pada pertempuran itu, dari kalangan muslimin terbunuh 14 orang laki-laki; enam dari Muhajirin, enam dari Khazraj, dan dua orang lain dari Aus.

Yang pertama kali terbunuh pada hari itu adalah Mihja’, mantan budak Umar bin Khattab. Ada riwayat yang menyebutkan seorang lelaki dari Anshar, namanya Haritsah bin Suraaqah.

Dari kalangan musyrikin, terbunuh 70 orang. Ada yang mengatakan lebih sedikit dari itu. Yang tertawan juga 70 orang (Bukhari: 3986)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam baru bisa menyelesaikan urusan perang Badar dan tawanan itu pada bulan Syawwal.

oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....

Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar