Jumat, 13 November 2015

(18/48) Perang Uhud | Sejarah Nabi Muhammad


Perang ini adalah tragedi yang menjadi cobaan bagi hamba-hamba Allah yang beriman, untuk menguji mereka dan untuk membedakan siapa di antara mereka yang betul-betul beriman dan siapa yang munafik.


Kejadiannya, bahwa kaum Quraisy setelah banyak para personilnya yang terbunuh di perang Badar dan tertimpa musibah yang tidak terkira, mereka terpaksa dipimpin oleh Abu Sufyan, karena tidak ada lagi tokoh besar di kalangan mereka. Merekapun menuju wilayah-wilayah di pinggiran kota Madinah dalam perang As Sawiq. Namun tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya mereka mengumpulkan bala tentara Quraisy untuk kembali menyerang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kaum muslimin. Mereka berhasil mengumpulkan 3000 orang Quraisy, juga dari kalangan hulafa dan ahabisy.

Mereka bahkan datang dengan ditemani oleh istri-istri mereka, agar mereka tidak melarikan diri. Mereka datang menuju kota Madinah dan singgah di dekat gunung Uhud di sebuah tempat yang disebut ‘Ainain (Bukhari: 4072). Itu terjadi pada bulan Syawwal tahun ketiga Hijriyah.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajak para sahabatnya bermusyawarah, apakah keluar menemui mereka atau tinggal di Madinah saja? Para Sahabat yang mulia yang tidak sempat pergi ke perang Badar langsung mengajukan pendapat dan mendesak beliau untuk keluar melawan kaum kafir tersebut. Sementara Abdullah bin Ubay bin Salul menyarankan agar meraka tetap tinggal di Madinah. Pendapat itu diikuti juga oleh sebagian sahabat lainnya. Mereka bahkan mendesak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menerima pendapat itu. Beliau bangkit dan masuk ke dalam rumahnya serta langsung mengenakan baju besinya, kemudian keluar menemui mereka. Padahal tekad sebagian di antara mereka sudah mengendur. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah! Kalau engkau ingin tetap tinggal di Madinah, silahkan saja,” Beliau menanggapi: “Tidak layak bagi seorang nabi yang sudah mengenakan baju besinya untuk meletakkannya kembali sebelum berperang.” (Ahmad: III: 351).

Tiba-tiba datang jenazah seorang lelaki Anshar, dan beliau menyalatkannya. Itu terjadi pada hari Jum’at. Beliau menugaskan Ibnu Ummi Maktum untuk mewakilinya di Madinah.

Dalam perang Uhud itu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar membawa 1000 personil. Namun di pertengahan jalan, Abdullah bin Ubayy bersama sekitar 300 personilnya menyelinap kembali ke Madinah. Mereka diikuti oleh Abdullah bin Amru bin Haraam, ayah dari Jabir yang langsung mengecam tindakan mereka tersebut. Namun mereka menukas: “Kalau kami yakin bahwa kalian berperang, kami tidak akan pulang,” Karena mereka tidak juga mau kembali. Akhirnya Abdullah bin Amru kembali ke pasukan, dan langsung mencaci mereka.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam akhirnya mengandalkan pasukan yang tersisa hingga tiba di lembah Uhud, di sebuah kelok lembah menuju gunung. Beliau kala itu membelakangi gunung Uhud, dan melarang kaum muslimin untuk memulai perang sebelum beliau perintahkan. Di pagi harinya, beliau langsung mengomandokan perang kepada para Sahabat. Di antara mereka terdapat 50 ksatria berkuda. Beliau juga menugaskan para pemanah secara khusus, yang jumlahnya juga 50 orang, dipimpin oleh Abdullah bin Jubair Al Ausi. Beliau memerintahkan para Sahabat itu agar tidak mengubah posisi mereka, menjaga pasukan muslimin dari belakang sehingga bisa bebas menyerang ke depan (Bukhari: 3039).


Pada saat itu Rasulullah mengenakan dua lapis baju besi (AtTirmidzi: 1692, Abu Dawud: 2590, Ibnu Majah: 2806). Beliau menyerahkan panji perang kepada Mush’ab bin Umair, saudara dari Abdud Daar. Di sebelah kiri beliau seorang sahabat bernama Zubair bin Awwam. Sementara di sebelah kanan beliau Al Mundzir bin Amru, yang keduanya siap mati membela beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Para pemuda kala itu meminta ijin ikut perang. Beliau mengijinkan sebagian di antara mereka, namun melarang sebagian yang lain. Di antara yang beliau perbolehkan adalah Samurah bin Jundub, Rafi’ bin Khudaij, keduanya masih berumur 15 tahun.

Saat itu beliau menolak Usamah bin Zaid bin Haritsah, Usaid bin Zhuhair, Al Barra bin Azib, Zaid bin Arqam, Zaid bin Tsabit, Abdullaah bin Umar, Arabah bin Aus, Amru bin Hazm, namun di perang Khandaq, Nabi mengijinkan mereka.

Kaum Quraisy kala itu membawa sekitar 3000 personil seperti yang sudah kita paparkan sebelumnya. Di antara mereka terdapat 200 tentara berkuda, dipimpin oleh Khalid bin Walid di barisan kanan, dan Ikrimah bin Abu Jahal di barisan kiri.

Orang yang pertama kali terbunuh dari kalangan musyrikin pada hari itu adalah Abu Amir ArRahib. Namanya adalah Abdu Amru bin Shafiyy. Ia adalah pemimpin suku Al Aus di masa jahiliyyah. Ia sempat menjadi pendeta. Saat datang Islam, ia terhina dan belum sempat masuk Islam. Bahkan ia secara terus terang memusuhi Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah pun melaknatnya. Ia keluar dari Madinah dan menemui kaum Quraisy untuk bergabung dengan mereka melawan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia bahkan mampu membujuk mereka untuk memerangi beliau seiring juga dengan kemarahan mereka kepada Rasul dan para sahabat. Ia berjanji kepada orang-orang musyrik bahwa ia akan meminta kaumnya dari suku Al Aus pada saat perang nanti untuk berpihak kepadanya. Setelah ia bergabung dengan penduduk Mekkah dan Ahabisy, ia memperlihatkan dirinya kepada kaumnya. Kaumnya langsung berkata: “Semoga Allah tidak memberikan kenikmatan kepadamu sedikitpun, hai fasiq!.” Ia menjawab: “Semenjak aku meninggalkan kalian, kalian sudah berubah menjadi jahat.” Kemudian kaum muslimin berperang secara hebat. Syi’ar mereka pada saat itu adalah “Bunuh orang itu, bunuh orang itu,,,” (Abu Dawud: 2596, 2638, Ibnu Majah: 2840).

Abu Dujanah, Simmak bin Kharasyah melakukan pengorbanan, demikian juga Hamzah, paman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bergelar Singa Allah dan Singa Rasulullah, semoga Allah meridhainya. Demikian juga Ali bin Abi Thalib serta banyak kalangan Anshar, di antaranya AnNadhr bin Anas dan Saad bin Rabi’, semoga Allah meridhai mereka semua.

Pada awal siang kaum muslimin dapat mengungguli musuh. Orang-orang kafir berbalik mundur hingga sampai ke tempat istri-istri mereka.

Saat pasukan pemanah yang ditugaskan untuk menjaga pasukan muslimin dari belakang yaitu teman-teman Abdullah bin Jubair melihat kemenangan tersebut, mereka berkata: “Hai kaum muslimin, lihat harta rampasan perang, harta rampasan perang!” Abdullah bin Jubair mengingatkan mereka bahwa mereka harus mendahulukan perintah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam persoalan itu. Mereka mengira bahwa orang-orang kafir tidak akan sanggup menyerang lagi. Akhirnya merekapun turun dari bukit tersebut untuk mengumpulkan harta rampasan perang (Bukhari: 4043)

Ternyata pasukan berkuda kaum musyrikin memanfaatkan kesempatan itu, karena para pemanah sudah tidak berada di tempatnya. Mereka pun menyerang kaum muslimin dari belakang mengitari bukit dan berhasil unggul. Sekarang keadaan berbalik. Pasukan berkuda berhasil mengepung kaum muslimin yang sedang lengah. Memang itu sudah merupakan takdir yang Allah kehendaki. Kaum muslimin banyak yang mendapatkan kehormatan mati syahid pada hari itu. Beberapa orang Sahabat mulia juga ikut terbunuh, sementara sebagian besarnya melarikan diri.

Kaum musyrikin bahkan berhasil menerobos menyerang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga wajah beliau terluka dan gigi seri beliau bagian kanan bawah juga pecah terkena batu, bahkan topi besi beliau hancur di atas kepala beliau yang suci (Bukhari: 2911, Muslim: 1790).

Kaum musyrikin juga menimpuki beliau dengan batu sehingga mengenai pinggang beliau dan beliaupun terjatuh dalam sebuah lubang yang sengaja digali oleh Abu Amir Al Fasiq, untuk memerangkap kaum muslimin. Ali langsung menarik tangan beliau, dan beliaupun digendong oleh Thalhah bin Ubaidillah.

Yang memimpin penganiayaan terhadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Amru bin Qami-ah dan Utbah bin Abi Waqqash. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa yang melukai kepala Rasulullah adalah Abdullah bin Syihab AzZuhri, bapak dari paman Muhammad bin Muslim bin Syihab AzZuhri.

Mush’ab bin Umair juga terbunuh di hadapan beliau. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam langsung menyerahkan bendera perang kepada Ali bin Abi Thalib.

Ternyata dua keping pecahan baju besi menancap di wajah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Abu Ubaidah bin Al Jarrah langsung mencabutnya dengan cara menggigitnya sehingga dua giginya tanggal. Di kemudian hari giginya diganti dengan gigi palsu. Sementara Malik bin Sinan ayah dari Abu Sa’id Al Khudry menyedot darah dari luka beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kaum musyrikin berhasil menemui Rasulullah lagi, akan tetapi dihalangi oleh beberapa orang muslimin. Mereka berjumlah sekitar 10 orang lalu semuanya terbunuh. Namun Thalhah menahan mereka hingga bisa menghalau mereka. Sementara Abu Dujanah, Simmak bin Kharasyah menjadikan punggungnya sebagai perisai bagi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, tanpa bergeming sedikitpun.

Saad bin Abi Waqqash pada hari itu berhasil melemparkan anak panah dengan amat jitu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Panahlah, ayah ibuku sebagai tebusannya.” (Bukhari: 4055, Muslim: 2412)

Pada saat itu, mata dari Qatadah bin AnNu’man AzhZhufari juga terluka hingga menyembul keluar. Dia langsung mendatangi Rasulullah lalu beliau mengembalikan mata tersebut sebagaimana asalnya dengan tangan beliau yang mulia. Bahkan mata yang terluka itu akhirnya menjadi lebih tajam dan lebih baik dari mata sebelahnya.

Syetan berteriak dengan keras: “Muhammad sudah terbunuh.” Teriakan itu amat berpengaruh terhadap hati sebagian besar kaum muslimin sehingga kebanyakan mereka melarikan diri. Dan itu memang sudah menjadi ketetapan Allah.

Anas bin AnNadhr lewat di hadapan sebagian kaum muslimin yang sudah mengangkat tangan: “Kalian menunggu apa lagi?” Tanyanya. “Rasulullah sudah terbunuh?” Ujar mereka. “Kalau begitu, untuk apa lagi kalian hidup kalau beliau sudah tidak ada?” Tanyanya lagi. “Bangkit dan matilah atas apa yang beliau wafat padanya.” Ujarnya kemudian. Lalu ia kembali menemui kaum muslimin lainnya dan berjumpa dengan Saad bin Muadz. Ia berkata: “Hai Saad! Demi Allah, aku sudah mencium wanginya Jannah dari bawah gunung Uhud.” Ia lalu berperang dan terbunuh. Ternyata di tubuhnya terdapat 70 luka tusukan (Bukhari: 2805, Muslim: 1903).

Pada hari itu juga Abdurrahman bin Auf terluka hingga 20 tempat di tubuhnya, sebagian di kaki, sehingga ia menjadi pincang sampai akhir hayatnya.

Lalu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menemui kaum muslimin. Yang pertama kali mengenali beliau dari balik baju besinya adalah Ka’ab bin Malik RA. Ka’ab pun langsung berteriak: “Hai kaum muslimin, bergembiralah, ini dia Rasulullah masih hidup!” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi isyarat kepadanya agar diam. Kaum muslimin berkumpul di sekeliling beliau dan segera berlari bersama beliau menuju celah gunung tempat beliau singgah. Di antara mereka adalah Abu Bakar, Umar, Ali, Al Harits bin AshShummah Al Anshari dan yang lainnya.

Saat mereka mendapatkan tempat berlindung di gunung tersebut, beliau dikejar oleh Ubayy bin Khalaf yang mengendarai unta bernama Al ‘Aud. Orang jahat ini mengira mampu membunuh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Saat ia sudah dekat, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam langsung merebut tombak yang ada di tangan Al Harits bin AshShummah, lalu menusukkannya ke tubuh Ubay bin Khalaf hingga menembus bagian atas tulang belikatnya. Musuh Allah itupun jatuh tersungkur. Kaum musyrikin berkata: “Engkau akan baik-baik saja.” Ia menjawab: “Demi Allah, seandainya aku bersama seluruh penduduk di Dzul Majaaz, pasti mereka juga terbunuh semuanya. Ia berkata kepadaku bahwa ia akan membunuhku.” Ia terus mengucapkan perkataan tersebut hingga mati di perjalanan menuju Mekah. Semoga Allah melaknatnya.

Ali datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan membawa air untuk membersihkan darah di tubuh beliau. Ternyata darah tersebut sudah lenyap, akhirnya ia bawa kembali air tersebut.

Batu karang di Bukit Uhud

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin naik ke atas batu karang besar di sana, namun tidak bisa karena luka-luka yang beliau derita dan karena pada hari itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenakan dua lapis baju besi. Thalhah duduk, lalu menggendong Rasulullah naik ke batu karang (AtTirmidzi: 1692, 3738, Ahmad: I : 165). Datanglah waktu shalat, dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengimami mereka sambil duduk.

Kemudian orang-orang musyrikin bergabung dengan barisan mereka, lalu kembali mengarah ke kota Mekkah dan meninggalkan tempat tersebut. Semua kejadian ini terjadi pada hari Sabtu.
Pada hari itu kalangan muslimin yang syahid sebanyak 70 orang, diantaranya adalah Hamzah, paman Rasulullah, dibunuh oleh Wahsy, mantan budak Bani Naufal, karena perbuatannya itu, Wahsy dibebaskan.

Setelah dimerdekakan tuannya, Wahsy masih tidak merasakan kebebasan. Ia tetap diperlakukan layaknya seorang budak. Kemudian ia memutuskan untuk masuk Islam. Ia pun berhasil membunuh Musailamah Al Kadzdzaab pada perang Yamamah (semoga Allah melaknat Musilamah)

Note: Musilamah adalah Orang yang mengaku nabi setelah wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada masa khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.

Kemudian syahid lainnya adalah Abdullah bin Jahys, pemimpin Bani Umayyah, Mush’ab bin Umair, Ustman bin Ustman yakni Syammas bin Ustman Al Makhzumi. Ia digelari dengan Syammas, karena wajahnya yang elok. Keempat orang tersebut dari kalangan Muhajirin. Sementara sisanya dari kalangan Anshar, semoga Allah meridhai mereka semua. Rasulullah mengebumikan mereka dengan darah dan pakaian mereka, namun belum menyalatkan mereka pada hari itu.

Pada hari itu pula ada sekelompok kaum muslimin yang melarikan diri, diantaranya adalah Ustman bin Affan Radhiallau ‘Anhu. Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa mereka telah dimaafkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaithan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun..” (Ali Imran: 155)

Sementara dari kalangan musyrikin terbunuh 22 orang.

Allah menyebutkan kejadian ini dalam surat Ali Imraan. Allah berfirman:

Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mu’min pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ali Imran: 121)

Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....

Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar