Kamis, 24 Desember 2015

(45/48) Beberapa Tempat Yang Pernah Didiami Oleh Rasulullah | Sejarah Nabi Muhammad


Beliau pernah datang ke negeri Syam sebanyak dua kali:

Pertama: Bersama pamannya Abu Thalib untuk berniaga di sana. Saat itu usia beliau 12 tahun. Saat itulah terjadi perjumpaan dengan pendeta Bahira dan kabar gembira yang disampaikan pendeta tersebut. Terdapat juga berbagai tanda kekuasaan Allah yang mereka lihat, yang mencengangkan akal. Semua itu diceritakan secara panjang lebar dalam hadits yang diriwayatkan oleh AtTirmidzi, termasuk riwayat tunggal beliau dari Qurad Abu Nuh, namanya Abdurrahman bin Ghazwan.


Sanadnya shahih akan tetapi matannya agak ganjil. Dalam kesempatan lain, penulis sempat mengulasnya. Dalam hadits itu disebutkan kisah awan yang menaungi beliau. Namun penulis tidak mendapatkan hadits shahih lain yang penulis ketahui yang menyebutkan kisah itu.

Kedua: Saat beliau berdagang untuk Khadijah binti Khuwalid, ditemani oleh Maisarah pelayan Khadijah. Beliau sampai ke tanah Busra, lalu berdagang dan pulang kembali. Maisarah mengabarkan kepada Khadijah berbagai tanda-tanda kenabian yang dilihatnya pada diri beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka Khadijah langsung menyukai Nabi dan menikah dengan beliau. Saat menikah dengan Khadijah, seperti disebutkan oleh para Ahli Sejarah, umur beliau adalah 25 tahun.

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada suatu malam Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diperjalankan dari masjid Al Haram ke masjid Al Aqsha. Beliau berkumpul bersama para nabi, kemudian naik ke atas langit, kemudian, ke langit-langit di atasnya satu per satu. Beliau sempat melihat para nabi di sana sesuai dengan kedudukan mereka. Beliau memberi salam kepada mereka dan merekapun membalas salam beliau. Baru kemudian beliau naik ke Sidratul Muntaha dan sempat melihat Jibril dalam bentuk aslinya yang Allah ciptakan. Jibril memiliki 600 sayap.

Allah Al Jabbar ‘Azza wa Jalla mendekat ke arah beliau sebagaimana yang Allah kehendaki, seperti disebutkan dalam hadits. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat tanda-tanda kekuasaan Rabb-nya yang terbesar, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala:

Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabbnya yang paling besar..” (AnNajm: 18)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajak beliau berbicara, menurut pendapat yang paling mashyur di antara dua pendapat ulama Ahlul Hadits.

Dan beliau juga melihat Allah ‘Azza wa Jalla dengan penglihatan matanya menurut sebagian ulama, dan itu adalah pendapat yang dipilih oleh Al Imam Abu Bakar bin Khuzaimah dari kalangan Ahli Hadits, dan diikuti oleh banyak para ulama belakangan.

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Allah dengan hatinya, sebanyak dua kali.

Aisyah Ummul Mukminin bahkan mengingkari bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Rabbnya dengan kedua matanya.

Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, dari Abu Dzarr bahwa ia pernah bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah engkau pernah melihat Rabbmu?” Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Seberkas cahaya. Bagaimana aku bisa melihat-Nya?

Pendapat ini termasuk yang menjadi kecenderungan banyak Imam dahulu dan sekarang, berdasarkan hadits ini dan berdasarkan ucapan Aisyah di atas. Mereka menegaskan: “Itulah pendapat yang masyhur dari Aisyah, dan tidak pernah diketahui ada di antara para Sahabat yang menentang pendapat itu, kecuali yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memang melihat Rabb-nya dengan hatinya. Dan itulah pendapat kami. Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa beliau melihat Rabbnya dengan mata kepala sendiri, tidak ada yang shahih baik secara marfu’ maupun secara mauquf. Wallahu A’lam.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah melihat Jannah dan Naar serta berbagai tanda kekuasaan Allah yang besar. Pada saat itulah Allah mewajibkan kepada beliau untuk melaksanakan shalat 50 waktu. Lalu kemudian diringankan menjadi lima waktu. Beliau berbolak balik menemui Musa, kemudian menemui Rabbnya ‘Azza wa Jalla dalm persoalan itu.

Kemudian beliau diturunkan kembali ke bumi, yakni ke masjid Al Haram di Mekkah. Di pagi harinya, beliau memberitakan kepada masyarakat tentang tanda-tanda kekuasaan Allah yang beliau saksikan.

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh AnNasaa-i (449) pada awal kitab AshShalah adalah sebagai berikut: Amru bin Hisyam telah mengabarkan kepada kami. Ia berkata: Makhlad bin Yazid telah menceritakan sebuah riwayat kepada kami. Ia berkata: dari Said bin Abdul Aziz diriwayatkan bahwa ia berkata: Yazid bin Abu Malik menceritakan sebuah riwayat kepada kami, ia berkata: Anas bin Malik menceritakan sebuah riwayat kepada kami, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

Aku diberikan sebuah binatang tunggangan yang lebih besar dari keledai tapi lebih kecil dari bighal. Langkahnya sangat panjang sekali. Akupun mengendarainya bersama Jibril. Aku terus berjalan, sampai Jibril berkata kepadaku: “Turun dan shalatlah.” Aku pun shalat. “Tahukah engkau di mana engkau shalat?” Tanya Jibril: “Engkau shalat di Thaibah, di sanalah tempat hijrah lanjutannya. Turun dan shalatlah.” Akupun shalat. “Tahukah engkau dimana engkau shalat?” Tanya Jibril: “Engkau shalat di bukit Thursina. Disinilah Allah berbicara dengan Musa.” Lanjutnya. Setelah berjalan lagi, Jibril berkata: “Turun dan Shalatlah.” Akupun shalat “Tahukah engkau dimana engkau shalat?” Tanya Jibril: “Engkau shalat di Baitlehm, tempat kelahiran Isa.” Lanjutnya. Kemudian aku masuk ke Baitul Maqdis. Para nabi dikumpulkan bersamaku. Jibril menyuruhku maju sehingga aku mengimami mereka. Baru kemudian Jibril mengajakku naik ke atas langit.” Seterusnya beliau menceritakan lanjutan perjalanannya.

Hadits ini gharib mungkar sekali. Sanadnya amat janggal. Hadits-hadits shahih lainnya menunjukkan kemungkaran riwayat ini. Wallahu A’lam.

Demikian juga dengan hadits yang diriwayatkan secara tunggal oleh Bakar bin Ziyad Al Baahili Al Matruuk, dari Abdullah bin Al Mubarak, dari Said bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari Zuraarah bin Afwa, dari Abu Hurairah RA, dari Nabi bahwa beliau menceritakan: “Pada malam Israa, Jibril berkata kepadaku: “Inilah kuburan kakekmu Ibrahim. Turun dan shalatlah disini.” Riwayat ini juga tidak sah, karena kondisi perawi Bakr bin Ziyaad tersebut.

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam awal Tarikh-nya dari hadits Abu Nu’aim, Umar bin AshShubh, salah seorang pendusta besar yang dikenal sebagai pemalsu hadits, dari Muqatil bin Hayyan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat melakukan Israa, pergi ke negeri Ya’juuj dan Ma’juuj. Beliau mengajak mereka ke jalan agama Allah ‘Azza wa Jalla, namun mereka menolaknya. Kemudian Jibril membawanya ke dua kota, yakni Jablak, sebuah kota di wilayah timur, para penduduknya adalah sisa-sisa kaum Aad, termasuk keturunan dari orang-orang yang beriman dari kaum Aad.

Kemudian ke kota Gebrus, sebuah kota di wilayah barat. Para penduduknya adalah keturunan kaum Tsamud yang beriman. Beliau mengajak kedua kaum tersebut kepada agama Allah, dan merekapun beriman.

Dalam hadits ini disebutkan bahwa masing-masing dari kedua kota tersebut memiliki 10.000 pintu. Jarak masing-masing pintu dengan yang lain adalah satu farsakh. Pada masing-masing pintu setiap harinya dijaga oleh 10.000 orang lelaki. Kemudian setelah itu tidak lagi dijaga sampai ditiupnya sangkakala. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya: Kalau bukan karena terlalu banyak orang dan terlalu berisik suara mereka, tentu manusia di seluruh dunia pasti akan mendengar getar suara matahari saat terbit dan tenggelam. Di belakang mereka ada 3 kaum lagi: Mansik, Taawil, dan Taaris.

Dalam riwayat itu disebutkan bahwa beliau mendakwahi ketiga kaum tersebut, namun mereka menolak dan kufur. Maka mereka berkumpul bersama Ya’juuj dan Ma’juuj.

Kemudian disebutkan lagi sebuah hadits panjang yang tidak diragukan lagi oleh orang berilmu dangkal sekalipun bahwa itu adalah riwayat palsu.

Penulis sengaja mencantumkan riwayat itu dalam tulisan ini agar diketahui kondisinya dan jangan ada yang terpedaya karenanya, karena itu termasuk konsekuensi dari penulisan biografi ini. Termasuk bagian dari cerita tentang Isra dan Mi’raaj. Wallahu A’lam.


Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Sebelumnya telah kami paparkan beberapa peperangan beliau, pelaksanaan umrah dan haji beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semua itu termasuk bagian dari bab ini, sehingga tidak perlu disebutkan ulang.

Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....


Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar