Sebelumnya
telah penulis paparkan bahwa beliau pernah mendengar kalamullah ‘Azza wa
Jalla bahkan berbicara dengan Allah pada saat Israa wal Mi’raaj. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan: “Akupun dipanggil, dan
terdengarlah suara: “Telah kusempurnakan kewajiban terhadap diri-Ku dan telah
kuberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku, hai Muhammad! Ucapan-Ku ini tidak
akan bisa digantikan lagi. Shalat lima waktu namun memiliki nilai pahala 50
waktu.” (Bukhari: 3207, Muslim: 162)
Ucapan
seperti itu tentu hanya diucapkan oleh Allah, Rabbul ‘alamin, sebagaimana
firman Allah saat berbicara dengan Musa:
“Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang haq) selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku..” (Thaaha: 14)
Para ulama
AsSalaf dan para Imam menyebutkan: “Ini merupakan dalil paling kuat untuk
menunjukkan bahwa Kalamullah bukanlah makhluk, karena tidak berasal dari
makhluk.
Sebagian
ulama lain menegaskan: “Barangsiapa yang beranggapan bahwa firman Allah: “Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang haq) selain Aku, maka sembahlah
Aku,” adalah makhluk, maka ia kafir. Karena jika kalam Allah adalah
makhluk, ia menyuruh Musa untuk menyembahnya! Persoalan ini sudah dijabarkan
pada kesempatan lain.
Diriwayatkan
oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Rabb-nya ‘Azza wa Jalla
sejumlah hadits, di antaranya hadits:
“Hai para
hamba-Ku! Masing-masing di antara kalian kelaparan, kecuali yang Kuberikan
makan..” (Muslim: 2577) dan banyak lagi hadits yang senada dengan itu.
Berkaitan
dengan persoalan ini para ulama telah menyusun berbagai tulisan yang
menyebutkan berbagai hadits bernuansa ilahiyyah. Zahir bin Thahir
menyusun sebuah buku khusus dalam hal itu. Demikian juga Al Hafizh AdhDhayya.
Bahkan Ali bin Bilban sempat menyusun satu jilid buku yang pernah penulis
lihat, memuat sekitar seratus hadits (qudsi).
Banyak
kalangan Ahli Hadits dan Ahli Uhsul berpendapat bahwa seluruh sunnah adalah
wahyu, berdasarkan firman Allah:
“..dan
tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)..”
(AnNajm: 3-4)
Persoalan
ini sudah dikupas dalam kitab-kitab uhsul, diulas secara mendetail oleh Al
Hafizh Abu Bakar Al Baihaqi dalam bukunya Al Mudkhil ila AsSunan.
Para ulama
tersebut juga berbeda pendapat apakah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
pernah melihat Rabb-nya atau tidak, seperti sudah penulis paparkan sebelumnya.
Beliau juga
melihat Jibril ‘Alaihissalaam di sana dalam bentuk aslinya. Beliau juga sudah
pernah melihat Jibril sebelum itu saat turun dari langit ke bumi dalam bentuk
aslinya. Itu terjadi pada permulaan turunnya wahyu. Dan itulah makna firman
Allah Ta’ala:
“..yang
diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang
cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia
berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi,
maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih
dekat (lagi).” (AnNajm: 5-9)
Pendapat
yang benar dari kalangan Ahli Tafsir bahkan merupakan pendapat yang pasti
adalah bahwa ‘lalu bertambah dekat lagi’ yang disebutkan dalam ayat itu
adalah Jibril, sebagaimana dikeluarkan dalam Shahih Bukhari & Muslim dari
Aisyah bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah tentang pengertian ayat itu,
dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Yang dimaksud adalah
Jibril.” Hadits ini sudah cukup untuk menghilangkan perbedaan pendapat dan
kesulitan yang ada.
Sebelumnya
telah kami kemukakan bahwa para nabi berkumpul, dan Rasulullah melihat mereka
sesuai dengan kedudukan mereka. Beliau juga sempat melihat Penjaga Naar dan
Penjaga Jannah. Di setiap langit beliau diiringi oleh para malaikat yang dekat
dengan Allah hingga sampai ke langit berikutnya. Di langit berikut, kembali
beliau bertemu dengan para malaikat lain yang dekat dengan Allah.
Dalam
AsSunan disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Di
malam Al Isra, setiap kali aku melewati sekelompok para malaikat, mereka pasti
berkata: “Hai Muhammad! Perintahkanlah umatmu untuk berobat dengan bekam.”
(AtTirmidzi: 2053, Ahmad: 3316, dan Ibnu Majah: 3478) Ini merupakan riwayat
tunggal dari Abbad bin Manshur.
Dalam hadits
lain disebutlan: “Hai Muhammad, perintahkan umatmu untuk memperbanyak tanaman
Jannah: Subhanallah, walhamdulillah.” (AtTirmidzi: 3426) Kedua riwayat tersebut
gharib.
Jibril turun
membawa Al Qur’an kepada Rasulullah dari Allah ‘Azza wa Jalla langsung ke dalam
hatinya yang mulia.
Dalam
catatan sejarah beliau, disebutkan bahwa malaikat gunung datang kepada beliau
dalam perang Qarnuts Tsa’aalib dengan perintah dari Allah dan berkata:
“Bila perlu, bisa saja dua gunung ini ditimpakan kepada mereka.” Rasulullah
menjawab: “Jangan, aku masih sabar menunggu mereka.” (Bukhari: 3231, 7389,
Muslim: 1795)
Dalam shahih
Muslim (806) disebutkan bahwa ada malaikat yang turun membawa dua ayat terakhir
surat Al Baqarah.
Dalam Maghazi
Al Umawi diriwayatkan dari ayahnya bahwa ia berkata: Al Kalbi beranggapan
bahwa riwayat ini dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas
menceritakan : Saat nabi mengepalkan tangannya, sementara Jibril di sebelah
kanan beliau, datanglah malaikat berkata: “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah
menyampaikan salam untukmu.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
menanggapi: “Sesungguhnya Allah sendiri adalah AsSalaam, dari-Nya AsSalaam dan
hanya kepada-Nya kembali AsSalaam.”
Malaikat itu
berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: “Sesungguhnya perintah Allah
kepadamu berkaitan dengan orang bernama Al Hubab bin Mundzir.” Maka Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Hai Jibril, kenalkah engkau dengan dia?”
Jibril menjawab: “Tidak setiap penghuni langit kukenal. Namun ia jujur, dan ia
bukanlah setan.”
Riwayat ini,
meskipun sanadnya kurang bagus, tetapi memiliki riwayat penguat. Yakni bahwa
ketika Rasulullah singgah di sumber air terendah di Badar, Al Hubab Ibnul
Mundzir bertanya kepada beliau: “Hai Rasulullah! Kalau ini posisi yang
diperintahkan oleh Allah kepadamu wahai Rasulullah, maka biarlah. Namun kalau
ini posisi yang engkau pilih untuk perang dan tipu daya, bukan ini posisi yang
tepat.” Beliau menjawab: “Ini posisi yang kupilih untuk perang dan sebagai tipu
daya.” Ia berkata: “Mari pergi bersama kami. Kita akan menuju sumber air
terbawah dan singgah disitu. Kita tutup seluruh sumber air di belakangnya, lalu
kita buat kolam dan kita isi dengan air.” Demikian seterusnya sebagaimana
disebutkan dalam kisah perang Badar.
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan sebuah hadits dari
Qus bin Saa’idah Al Iyaadi berdasarkan apa yang dia dengar darinya saat
mengatakannya di pasar Ukaaz. Namun sanadnya perlu diteliti lagi.
Dalam Shahih Muslim (2942), diriwayatkan dari
Fathimah binti Qais bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan
di atas mimbar, kisah Tamim AdDaari yang bertemu dengan AdDajjal.
Oleh : Ibnu Katsir
Bersambung in sya Allah .....
Sumber : Pustaka AtTibyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar