Minggu, 15 November 2015

(20/48) Delegasi ArRaji' & Delegasi Bi'ru Ma'uunah | Sejarah Nabi Muhammad


Delegasi ArRaji'

Setelah perang Uhud, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus delegasi ArRaji’, yakni pada bulan Shafar tahun keempat. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim delegasi tersebut ke Adhal dan Qarah, atas permintaan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat beberapa orang mendatangi beliau. Mereka menceritakan bahwa Islam sudah masuk ke sana.
Menurut riwayat Ibnu Ishaq, beliau mengutus 6 orang. Sementara Bukhari dalam Shahih-nya menyebutkan jumlah mereka 10 orang. Abul Qasim AsSuhaili berkata: “Itulah pendapat yang benar.” Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat Martsad bin Abi Martsad Al Ghanami sebagai pimpinan mereka-Radhiallahu ‘anhum-. Di antara mereka adalah Khubaib bin Adiyy. Pergilah mereka bersama-sama. Saat mereka sampai di ArRaji’, yakni sebuah sumber air milik Bani Hudzail di pinggiran Hijaaz di sebuah tempat bernama Had-ah. Ternyata orang-orang tersebut berkhianat. Mereka bersekongkol dengan orang-orang Hudzail. Orang-orang Hudzail datang dan mengepung kaum muslimin. Sebagian besar kaum muslimin tersebut terbunuh. Lalu turunlah ayat Al Qur’an sehubungan dengan kejadian mereka tersebut. Mereka menahan Khubaib bin Adiyy dan Zaid bin AdDatsinah. Merekapun pergi dan menjual keduanya di Mekkah. Hal itu disebabkan mereka berdua telah membunuh kaum kafir pada perang Badar.

Khubaib RA, sempat tinggal di Mekkah dalam penjara, kemudian kaum kafir sepakat membunuhnya. Mereka pergi ke Tan’im untuk menyalibnya. Ia meminta ijin kepada mereka untuk shalat dua raka’at, dan merekapun mengijinkannya. Kemudian usai shalat ia berkata: “Kalau aku tidak khawatir kalian mengira aku gentar, tentu aku akan shalat lebih lama lagi.” Kemudian ia berkata lagi: “Aku tidak peduli lagi bila terbunuh sebagai seorang muslim, dimanapun aku terbunuh, syahid karenanya. Karena itu adalah demi agama Allah, bila Allah berkehendak memberi berkah untuk menyambung yang sudah tercerai berai sebelumnya..”

Abu Sufyan berkata: “Sukakah engkau bila Muhammad menggantikan posisimu ini untuk dipenggal kepalanya, sementara engkau boleh kembali kepada keluargamu?” Khubaib menjawab : “Demi Allah ! Aku sama sekali tidak akan senang bila aku kembali ke tengah keluargaku sementara Muhammad berada di tempatnya terkena duri yang menyakitinya.”

Kemudian mereka menugaskan seseorang menjaganya. Datanglah Amru bin Umayyah, lalu menculik dan membunuhnya di malam hari secara diam-diam, baru kemudian menguburnya.


Adapun Zaid bin AdDatsinah, dibeli oleh Shafwan bin Umayyah untuk kemudian dibunuh guna menuntut balas atas kematian ayahnya.


Delegasi Bi'ru Ma'uunah

Di bulan Shafar itu juga Rasulullah mengirim delegasi Bi’ru Ma’uunah. Kejadiannya adalah bahwa Abu Barra Amir bin Malik yang dikenal ahli memainkan senjata tombak datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di Madinah. Beliau mengajaknya masuk Islam, namun ia tidak mau masuk Islam, tetapi juga tidak membencinya. Ia bahkan berkata: “Wahai Rasulullah ! Kenapa engkau tidak mengirim utusan ke Najd dan mengajak mereka masuk agamamu? Aku yakin mereka akan menerima ajakan tersebut.” Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Aku khawatir para penduduk Najd akan melakukan yang tidak-tidak terhadap mereka.” Abu Barra menukas: “Biarlah aku yang akan melindungi mereka.” Akhirnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirimkan utusannya-demikian menurut riwayat Ibnu Ishaq- sebanyak 40 orang dari kalangan para Sahabatnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan: 70 orang (Bukhari: 4088, Muslim: 677) dan itulah riwayat yang benar. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat Al Mundzir bin Amru salah seorang dari Bani Saa’idah sebagai pemimpin mereka. Beliau menggelarinya sebagai Al Mu’niq Liyamuut-radhiallau ‘anhu-. Mereka berasal dari kalangan muslimin yang utama, pemuka, dan juga qari-qari mereka.

Merekapun berangkat dan singgah di sumur Ma’unah. Yakni sebuah tempat antara Bani Amir dengan Harrah Bani Sulaim. Dari situ mereka mengutus Haram bin Milhaan, saudara dari Ummu Sulaim, dengan membawa surat dari Rasulullah kepada musuh Allah, Amir bin AthThufail. Namun musuh Allah itu tidak sedikitpun membaca isi surat. Ia langsung memerintahkan utusan Nabi tersebut untuk dibunuh. Seseorang memukulnya dengan tombak. Saat darah sudah mengucur, sahabat tadi berkata: “Aku beruntung, wahai Rabb Al Ka’bah.” (Bukhari: 4091)

Bahkan kemudian musuh Allah itu, yakni Amir bin AthThufail, memerintahkan Bani Amir untuk membunuh sisa para Sahabat yang ada. Namun mereka tidak mau menuruti keinginannya, karena di situ ada Abu Barra. Akhirnya ia meminta bantuan kepada Bani Sulaim. Permintaannya itu dipenuhi oleh suku Ushayyah, Ri’al, dan Dzakwan. Mereka mengepung para Sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memeranginya sehingga seluruhnya terbunuh syahid, kecuali Ka’ab bin Zaid dari Bani AnNajjar. Ia selamat dari pembantaian dan terus hidup hingga mati syahid saat perang Khandaq.

Amru bin Umayyah AdhDhamari dan Al Mundzir bin Muhammad bin Uqbah berada di tengah kaum muslimin. Keduanya melihat seekor burung mengelilingi tempat kejadian tersebut. Akhirnya Mundzir bin Muhammad turun ke tempat tersebut dan ikut berperang melawan kaum musyrikin sehingga terbunuh syahid bersama para sahabatnya. Sementara Amru bin Umayyah tertawan. Ketika ia memberitahu bahwa ia berasal dari Mudhar, ia segera menarik rambut Amru lalu membebaskannya, karena menurut klaimnya, ia pernah menjadi budak ibunya.

Amru bin Umayyah pun pulang. Saat ia sampai di Qarqarah di Shadrul Qanaat, ia beristirahat di bawah pohon. Datanglah dua orang laki-laki dari Bani Kilaab, ada riwayat mengatakan dari Bani Sulaim. Keduanya sama-sama beristirahat di tempat tersebut. Saat kedua orang itu tertidur, Amru membunuh keduanya. Menurut pandangannya, dengan itu ia telah membalaskan dendam para Sahabatnya. Ternyata keduanya sudah memiliki perjanjian damai dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak diketahui oleh Amru. Saat tiba di Madinah, ia menceritakan kejadian itu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam termasuk apa yang ia perbuat. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menanggapi: “Sungguh engkau telah membunuh dua orang yang terpaksa harus ku bayar diyyat nya.” (Bukhari: V: 329-Fathul Bari).

Itu adalah penyebab terjadinya perang Bani Nadhir (Setelah ini akan dibahas, in sya Allah). Demikianlah yang benar.

AzZuhri berpendapat bahwa perang Bani Nadhir terjadi 6 bulan setelah perang Badar. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Karena 6 bulan setelah perang Badar adalah perang Bani Qainuqaa’. Adapun perang Bani Nadhir, terjadi setelah perang Uhud. Sementara perang Bani Quraizhah terjadi setelah perang Khandaq. Perang Khaibar terjadi setelah perjanjian Hudaibiyyah. Perang terhadap Romawi pada tahun Tabuk, terjadi setelah Fathu Makkah.

Saat menjelang wafatnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar kaum Yahudi dan Nasrani dienyahkan dari tanah Arab.
(Bukhari: 3053, Muslim: 1637-Fathul Bari)

Oleh : Ibnu Katsir


Sumber : Pustaka AtTibyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar