Kamis, 19 November 2015

(22/48) Perang Dzaatu ArRiqa', Badar Yang Dijanjikan & Perang Dumatul Jandal | Sejarah Nabi Muhammad


Perang Dzatu ArRiqa' (Perang Najd)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca doa qunut selama satu bulan penuh untuk melaknat orang-orang yang membunuh para qari kaum muslimin, yakni yang terbunuh dalam peristiwa Bi’ru Ma’uunah (Bukhari: 4088, Muslim: 677)


Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada bulan Jumadil Uwla pada tahun keempat Hijriyah untuk menyerang Muharb dan Bani Tsa’labah bin Sa’ad bin Ghathafan. Di Madinah, beliau mewakilkan Abu Dzarr Al-Ghifari. Beliau berjalan terus hingga sampai ke perkebunan kurma. Beliau melihat sekelompok penduduk Ghathafan. Merekapun membuat kesepakatan dan tidak terjadi pertempuran. Hanya saja di hari itu beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat Khauf, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ahli Sejarah lainnya.

Ini memang rumit. Karena ada riwayat lain dari AsySyafi’i, Ahmad, dan AnNasaa-i dari Abu Sa’id, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dikepung oleh kaum musyrikin pada perang Khandaq mulai dari waktu Zhuhur, Ashar, Maghrib hingga Isya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terpaksa menggabungkan seluruh shalat tersebut. Itu beliau lakukan sebelum turun ayat tentang shalat Khauf (Ahmad: III: 25, AnNasaa-i II: 17)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam singgah di antara Dhajnan dan Usfaan, mengepung kaum musyrikin. Kaum musyrikin berkata: “Sesungguhnya mereka memiliki amalan yang bagi mereka lebih penting daripada anak dan putri mereka, yaitu shalat.” Akhirnya mereka bersepakat dan menyerang kaum muslimin secara frontal dalam satu waktu. Datanglaj Jibril dan memerintahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membagi para Sahabatnya menjadi 2 kelompok….dst.” (AnNasaa-i: III: 174, AtTirmidzi 3035 dan beliau berkomentar: “Hadits ini shahih.”)

Sudah dimaklumi tanpa ada perbedaan pendapat bahwa perang Usfan terjadi setelah perang Khandaq. Konsekuensinya, bahwa perang Dzaatur Riqaa’ terjadi sesudahnya pula, bahkan setelah perang Khaibar (Bukhari: VII: 416-Fathul Bari)

Itu semakin diperkuat dengan pernyataan Abu Musa Al Asy’ari RA dan Abu Hurairah RA yang juga terlibat dalam peperangan tersebut.

Riwayat dari Abu Musa, dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Musa bahwa ia ikut berperang Dzaatur Riqaa’. Mereka membungkus kaki mereka dengan cabikan kain karena terluka. Maka perang itu disebut Dzaatur Riqaa’ (Perang cabikan kain) (Bukhari: 4128, Muslim: 1816).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Marwan bin Al Hakam bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Hurairah: Apakah engkau pernah melakukan shalat khauf bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam?” Abu Hurairah menjawab: “Ya.” Marwan bertanya lagi: “Kapan?” Abu Hurairah menjawab: “Pada perang Najd.” Lalu Abu Hurairah menyebutkan tata cara shalat kauf tersebut. (Ahmad II: 320, Abu Dawud: 1240, AnNasaa-i: III: 173).

Sebagian Ahli Sejarah berkata bahwa perang Dzaatu ArRiqaa’ ini terjadi lebih dari sekali, yakni sebelum perang Khandaq, dan terjadi juga sesudahnya.

Penulis menegaskan: Namun demikian tidak tepat bila pada kali pertama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat khauf, bila hadits itu shahih, karena sahalat itu baru disyariatkan di Usfaan.

Para ulama sejarah menyebutkan bahwa di antara peristiwa yang terjadi pada peperangan Dzaatur Riqaa’ adalah kisah unta milik Jabir yang dibeli dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun hal ini masih perlu diselidiki lagi. Karena ada riwayat lain menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi pada perang Tabuk (Bukhari: V: 314-Fathul Bari). Hanya saja riwayat pertama di atas lebih relevan. Karena ayah Jabir terbunuh syahid pada perang Uhud dan meninggalkan beberapa putrinya (saudari-saudari Jabir). Oleh sebab itu, ia merasa perlu cepat-cepat menikah agar mendapatkan orang yang bisa merawat mereka.

Peristiwa lain yang disebutkan dalam hadits Jabir berkenaan dengan seorang lelaki yang istrinya tertawan, lalu lelaki itu bersumpah untuk menumpahkan darah salah seorang sahabat Muhammad. Suatu malam ia datang, sementara Rasulullah  sudah menyiapkan 2 orang mata-mata untuk melindungi kaum muslimin dari musuh, yaitu Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir Radhiallau ‘Anhuma. Ia sempat menciderai Abbad saat sedang shalat dengan anak panah, ia jtidak juga berhenti shalat hingga salam, baru membangunkan temannya. Temannya (Ammar) berkata:”Subhanallah! Kenapa engkau tidak membangunkan aku tadi?” Abbad menjawab: “Tadi aku tengah membaca surat dalam shalat, sehingga aku tidak suka memutuskannya.” (Ahmad: III: 343, 344, Abu Dawud: 198).

Peristiwa lain, dalam hadits Ghaurats bin Al Harits yang pernah berkeinginan membunuh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat beliau sedang tertidur di bawah pohon. Ia menghunus pedangnya dan ingin menebaskannya ke tubuh Rasulullah. Namun Allah mencegahnya dan menahan tangannya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terbangun dari tidurnya dan memanggil para Sahabatnya. Merekapun semuanya berkumpul. Beliau menceritakan kepada mereka tentang Ghaurats yang hendak membunuhnya. Meski demikian, akhirnya beliau membebaskannya dan memaafkan kesalahannya.



Itu terjadi pada perang Dzaatur Riqaa’, tetapi perang Dzaatur Riqaa’ yang terjadi setelah peperangan Khandaq, sebagaimana tersebut dalam Shahih Bukhari & Muslim, dari Jabir bin Abdillah RA bahwa ia menceritakan: Kami pergi bersama Rasulullah sehingga saat kami berada di Dzaatur Riqaa’, saya katakan: “Kalau kita sampai di sebuah pohon yang rindang, kita berikan saja kepada Rasulullah.” Datanglah seorang lelaki dari kalangan musyrikin, sementara pedang beliau sedang tergantung di pohon. Ia mengambil pedang tersebut dan menodongkannya kepada Rasulullah, sambil bertanya: “Engkau tidak takut kepadaku?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Tidak.” “Siapa yang bisa melindungimu dariku?” Tanyanya lagi. “Allah.” Jawab beliau. Para Sahabat juga mengeluarkan ancaman kepadanya, sehingga menyarungkan kembali pedang itu dan menggantungkannya kembali. Setelah itu datang waktu shalat, dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama sebagian Sahabat beliau sebanyak 2 rakaat. Lalu para Sahabat tersebut mundur, dan datang lagi sekelompok sahabat lain dan shalat bersama beliau 2 rakaat juga. Sehingga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri shalat 4 rakaat, sementara kaum muslimin lainnya hanya 2 rakaat saja. Lafal hadits ini dari Muslim: 843 dan juga Bukhari V: 426-Fathul Bari.


Badar Yang Dijanjikan

Sebelumnya Abu Sufyan pernah berkata pada perang Uhud saat akan pergi: “Kita akan bertemu lagi di Badar tahun depan!” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh salah seorang Sahabatnya untuk menjawab: Ya. Pada bulan Sya’ban tahun berikut, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama para Sahabat beranjak menuju Badar seperti dalam perjanjian. Rasulullah menyuruh Abdullah bin Abdullah bin Ubayy untuk memimpin Madinah. Beliau sempat tinggal di wilayah itu selama delapan malam, kemudian pulang kembali, tidak sempat berperang. Karena Abu Sufyan memang sudah keluar bersama kaum Quraisy. Tetapi di tengah jalan, mereka berubah niat untuk kembali saja karena paceklik yang dialami. Merekapun pulang. Perang ini disebut Badar Ketiga atau Badar yang Dijanjikan.


Perang Dumatul Jandal

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar menuju Dumatul Jandal pada Rabi’ul Awal tahun kelima., kemudian pulang kembali di pertengahan jalan, tanpa terjadi pertempuran. Di Madinah beliau mewakilkan Sibaa’ bin Urthufah.


Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar