Perang Dzatu ArRiqa' (Perang Najd)
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca doa qunut selama satu bulan penuh untuk
melaknat orang-orang yang membunuh para qari kaum muslimin, yakni yang terbunuh
dalam peristiwa Bi’ru Ma’uunah (Bukhari: 4088, Muslim: 677)
Beliau
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada bulan Jumadil Uwla pada tahun keempat
Hijriyah untuk menyerang Muharb dan Bani Tsa’labah bin Sa’ad bin Ghathafan. Di
Madinah, beliau mewakilkan Abu Dzarr Al-Ghifari. Beliau berjalan terus hingga
sampai ke perkebunan kurma. Beliau melihat sekelompok penduduk Ghathafan.
Merekapun membuat kesepakatan dan tidak terjadi pertempuran. Hanya saja di hari
itu beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat Khauf, seperti
diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ahli Sejarah lainnya.
Ini memang
rumit. Karena ada riwayat lain dari AsySyafi’i, Ahmad, dan AnNasaa-i dari Abu
Sa’id, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dikepung oleh kaum
musyrikin pada perang Khandaq mulai dari waktu Zhuhur, Ashar, Maghrib hingga
Isya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terpaksa menggabungkan seluruh shalat
tersebut. Itu beliau lakukan sebelum turun ayat tentang shalat Khauf (Ahmad:
III: 25, AnNasaa-i II: 17)
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam singgah di antara Dhajnan dan Usfaan, mengepung kaum musyrikin. Kaum
musyrikin berkata: “Sesungguhnya mereka memiliki amalan yang bagi mereka lebih
penting daripada anak dan putri mereka, yaitu shalat.” Akhirnya mereka
bersepakat dan menyerang kaum muslimin secara frontal dalam satu waktu.
Datanglaj Jibril dan memerintahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
membagi para Sahabatnya menjadi 2 kelompok….dst.” (AnNasaa-i: III: 174,
AtTirmidzi 3035 dan beliau berkomentar: “Hadits ini shahih.”)
Sudah
dimaklumi tanpa ada perbedaan pendapat bahwa perang Usfan terjadi setelah
perang Khandaq. Konsekuensinya, bahwa perang Dzaatur Riqaa’ terjadi sesudahnya
pula, bahkan setelah perang Khaibar (Bukhari: VII: 416-Fathul Bari)
Itu semakin
diperkuat dengan pernyataan Abu Musa Al Asy’ari RA dan Abu Hurairah RA yang
juga terlibat dalam peperangan tersebut.
Riwayat dari
Abu Musa, dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Musa bahwa ia ikut berperang
Dzaatur Riqaa’. Mereka membungkus kaki mereka dengan cabikan kain karena
terluka. Maka perang itu disebut Dzaatur Riqaa’ (Perang cabikan kain) (Bukhari:
4128, Muslim: 1816).
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, dari Marwan bin Al Hakam bahwa ia pernah bertanya kepada Abu
Hurairah: Apakah engkau pernah melakukan shalat khauf bersama Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam?” Abu Hurairah menjawab: “Ya.” Marwan bertanya
lagi: “Kapan?” Abu Hurairah menjawab: “Pada perang Najd.” Lalu Abu Hurairah
menyebutkan tata cara shalat kauf tersebut. (Ahmad II: 320, Abu Dawud: 1240,
AnNasaa-i: III: 173).
Sebagian
Ahli Sejarah berkata bahwa perang Dzaatu ArRiqaa’ ini terjadi lebih dari
sekali, yakni sebelum perang Khandaq, dan terjadi juga sesudahnya.
Penulis
menegaskan: Namun demikian tidak tepat bila pada kali pertama Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat khauf, bila hadits itu shahih,
karena sahalat itu baru disyariatkan di Usfaan.
Para ulama
sejarah menyebutkan bahwa di antara peristiwa yang terjadi pada peperangan
Dzaatur Riqaa’ adalah kisah unta milik Jabir yang dibeli dari Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun hal ini masih perlu diselidiki lagi. Karena
ada riwayat lain menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi pada perang Tabuk
(Bukhari: V: 314-Fathul Bari). Hanya saja riwayat pertama di atas lebih
relevan. Karena ayah Jabir terbunuh syahid pada perang Uhud dan meninggalkan
beberapa putrinya (saudari-saudari Jabir). Oleh sebab itu, ia merasa perlu
cepat-cepat menikah agar mendapatkan orang yang bisa merawat mereka.
Peristiwa
lain yang disebutkan dalam hadits Jabir berkenaan dengan seorang lelaki yang
istrinya tertawan, lalu lelaki itu bersumpah untuk menumpahkan darah salah
seorang sahabat Muhammad. Suatu malam ia datang, sementara Rasulullah sudah menyiapkan 2 orang mata-mata untuk
melindungi kaum muslimin dari musuh, yaitu Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir
Radhiallau ‘Anhuma. Ia sempat menciderai Abbad saat sedang shalat dengan anak
panah, ia jtidak juga berhenti shalat hingga salam, baru membangunkan temannya.
Temannya (Ammar) berkata:”Subhanallah! Kenapa engkau tidak membangunkan aku
tadi?” Abbad menjawab: “Tadi aku tengah membaca surat dalam shalat, sehingga
aku tidak suka memutuskannya.” (Ahmad: III: 343, 344, Abu Dawud: 198).
Peristiwa
lain, dalam hadits Ghaurats bin Al Harits yang pernah berkeinginan membunuh
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat beliau sedang tertidur di bawah
pohon. Ia menghunus pedangnya dan ingin menebaskannya ke tubuh Rasulullah.
Namun Allah mencegahnya dan menahan tangannya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam terbangun dari tidurnya dan memanggil para Sahabatnya. Merekapun
semuanya berkumpul. Beliau menceritakan kepada mereka tentang Ghaurats yang
hendak membunuhnya. Meski demikian, akhirnya beliau membebaskannya dan
memaafkan kesalahannya.
Itu terjadi pada perang Dzaatur Riqaa’, tetapi
perang Dzaatur Riqaa’ yang terjadi setelah peperangan Khandaq, sebagaimana
tersebut dalam Shahih Bukhari & Muslim, dari Jabir bin Abdillah RA bahwa ia
menceritakan: Kami pergi bersama Rasulullah sehingga saat kami berada di
Dzaatur Riqaa’, saya katakan: “Kalau kita sampai di sebuah pohon yang rindang,
kita berikan saja kepada Rasulullah.” Datanglah seorang lelaki dari kalangan
musyrikin, sementara pedang beliau sedang tergantung di pohon. Ia mengambil
pedang tersebut dan menodongkannya kepada Rasulullah, sambil bertanya: “Engkau
tidak takut kepadaku?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:
“Tidak.” “Siapa yang bisa melindungimu dariku?” Tanyanya lagi. “Allah.” Jawab
beliau. Para Sahabat juga mengeluarkan ancaman kepadanya, sehingga menyarungkan
kembali pedang itu dan menggantungkannya kembali. Setelah itu datang waktu
shalat, dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama sebagian
Sahabat beliau sebanyak 2 rakaat. Lalu para Sahabat tersebut mundur, dan datang
lagi sekelompok sahabat lain dan shalat bersama beliau 2 rakaat juga. Sehingga
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri shalat 4 rakaat, sementara kaum
muslimin lainnya hanya 2 rakaat saja. Lafal hadits ini dari Muslim: 843 dan
juga Bukhari V: 426-Fathul Bari.
Badar Yang Dijanjikan
Sebelumnya Abu Sufyan
pernah berkata pada perang Uhud saat akan pergi: “Kita akan bertemu lagi di
Badar tahun depan!” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh salah
seorang Sahabatnya untuk menjawab: Ya. Pada bulan Sya’ban tahun berikut,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama para Sahabat beranjak menuju
Badar seperti dalam perjanjian. Rasulullah menyuruh Abdullah bin Abdullah bin
Ubayy untuk memimpin Madinah. Beliau sempat tinggal di wilayah itu selama
delapan malam, kemudian pulang kembali, tidak sempat berperang. Karena Abu
Sufyan memang sudah keluar bersama kaum Quraisy. Tetapi di tengah jalan, mereka
berubah niat untuk kembali saja karena paceklik yang dialami. Merekapun pulang.
Perang ini disebut Badar Ketiga atau Badar yang Dijanjikan.
Perang Dumatul Jandal
Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam keluar menuju Dumatul Jandal pada Rabi’ul Awal tahun kelima.,
kemudian pulang kembali di pertengahan jalan, tanpa terjadi pertempuran. Di
Madinah beliau mewakilkan Sibaa’ bin Urthufah.
Oleh : Ibnu Katsir
bersambung in sya Allah .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar